Selasa, 07 Mei 2013

PAPUA BAGIAN NKRI TAK TERBANTAHKAN



Beberapa hari terakhir ini khususnya memasuki bulan Mei 2013 Papua kembali menjadi soroton.  Dimana kita dikejutkan sebuah berita adanya  pembukaan kantor kampanye Free West Papua di Oxford mendapat protes keras dari pemerintah Indonesia, karena dianggap mengganggu kestabilan negara. Pemerintah Indonesia telah memanggil Duta Besar Inggris di Jakarta untuk memerotes keras pembukaan kantor Organisasi Papua Merdeka (OPM) bernama Free West Papua di kota Oxford.Jurubicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Michael Tene, mengatakan pemerintah Inggris selalu menegaskan dukungannya terhadap kedaulatan Indonesia dan menolak gerakan separatisme di Papua.
            Sebenarnya Papua, sama seperti wilayah-wilayah lainnya di nusantara, adalah sebuah wilayah yang kaya akan sumber daya alam. Maka tidaklah mengherankan, di era krisis energi sekarang, banyak pihak yang berebutan untuk menguasai sebanyak-banyaknya kekayaan. Papua adalah salah satu rujukannya. Suka atau tidak suka, Papua adalah bagian integral negara Republik Indonesia. Sudah sah menjadi bagian NKRI sejak mula Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945. Apalagi diperkuat dengan adanya kesepakatan antara Pemerintah RI dan Kerajaan Kolonial Belanda pada tanggal 27 Desember 1949. Belanda secara resmi telah menyerahkan kedaulatan atas seluruh wilayah jajahannya kepada Pemerintah Indonesia, dari Sabang hingga Merauke.
Delegasi RI saat itu, Mochammad Hatta menandatangani perjanjian dengan Ratu Juliana, yang pada intinya Belanda harus hengkang dari NKRI. Upacara penyerahan kedaulatan di Jakarta diwakili oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX selaku Wakil Perdana Menteri RI dan Utusan Kerajaan Kolonial Belanda, Tony Lovink. Fakta sejarah ini mempertegas segala bentuk kesesatan berpikir tentang kemerdekaan Papua secara separatis, yang diprovokasi Kerajaan Kolonial Belanda pada 1 Desember 1961. Mereka lupa, terhitung delapan bulan sejak deklarasi tersebut, tepatnya 15 Agustus 1962, Belanda justru terlibat dalam perundingan New York dan menandatangani New York Agreement untuk menyerahkan kembali Irian Barat ke dalam pangkuan NKRI.
Agar Belanda tidak kehilangan muka, teknis penyerahannya diatur tidak secara langsung dari Belanda kepada Pemerintah Indonesia, tetapi melalui PBB. Maka dibentuklah suatu Badan Pelaksana Sementara PBB yang diberi nama United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA). Badan ini berada di bawah kekuasaan Sekretaris Jenderal PBB. Dan pada tanggal 1 Mei 1963 UNTEA menyerahkannya kepada Pemerintah Indonesia. Momentum inilah yang kemudian dikenal dalam sejarah sebagai (re)integrasi Papua ke dalam NKRI hinga kini.  Ingin tahu perkambangan aceh kunjungi http:bukanacehmerdeka.blogspot.com






Senin, 06 Mei 2013

PEMBUKAAN KANTOR OPM DI INGGRIS ADALAH PROVOKASI


Beberapa waktu yang lalu hubungan Diplomasi Indonesia ’sedikit’ memanas  dengan Kerajaan Inggris berkaitan dengan dibukanya Kantor Perwakilan OPM di Oxford, Inggris. Pembukaan tersebut   dalam hal ini Indonesia lah yang merasa dirugikan secara kedaulatan. Pada  sisi lain   Inggris dianggap bermuka dua  setelah beberapa tahun Inggris tidak mendukung OPM namun mengizinkan adanya pembukaan kantor OPM. Tapi secera resmi pemerintah melalui pemberitaan   media manyatakan   bahwa pembukaan kantor perwakilan Organisasi Papua Merdeka di Oxford bukan mewakili sikap resmi pemerintah Inggris.
            Secara kedaulatan, langkah yang diambil pemerintah RI sudah tepat dengan melakukan potes secera resmi kepada pemrintah Inggris.    Apakah hal itu akan menyelesaikan masalah? Nampaknya masih banyak pihak di Indonesia yang merasa kurang puas, terlebih apabila Benny Wenda masih meneruskan perjuangannya untuk mendapatkan hak kemerdekaan bagi Papua sendiri. Papua adalah milik Indonesia, dan itulah kata sepakat yang tak boleh ditawar lagi.  Terlebih, Papua sendiri yang terkenal dengan tambang emasnya bagi sebagian orang  menjadi sebuah ‘asset’ yang sekiranya sangat layak dipertahankan.  
             Kita perlu pemahaman yang lebih dalam, bahwa upaya mempertahankan Papua bukan karena mereka mempunyai tambang emas disana.  Mereka bukanlah sapi perahan. Mereka adalah saudara sebangsa dan setanah air.  Itu point pertama yang harus dimengerti  dan dipahami dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di bumi cendrawasih tersebut.     Yang kedua, apa yang sudah kita lakukan sebagai bangsa Indonesia untuk membuat mereka merasakan disana sudah nyaman. Jika belum pemerintah harus segera membenahi dan menyempurnakannya karena rakyat Papua  mereka adalah  memang anak bangsa? Bukan hanya sapi perahan saja.    
            Tentu, peristiwa pembukaan kantor OPM di Inggris tidak  menafik bahwa ada dugaan sokongan pihak asing yang ingin menggerogoti kedaulatan negara Indonesia sendiri.   Harus diakui juga secara fakta  bahwa masih     banyak warga Papua yang mencintai Indonesia tanpa pamrih. Mereka tetap bangga    akan Merah Putih. Lalu bagaimana dengan kita? Apa yang sudah kita lakukan?
            Terlepas dari hubungan diplomatik negara, penulis merasa pembukaan kantor Organisasi Papua Merdeka di Oxford mungkin Inggris sangat diragukan lagi komitmennye terhadap Indonesia.  Yang perlu kita lakukan sekarang adalah   harus  lebih mawas diri dari segala bentuk kemunafikan negara-negara sahabat lainnya.



Selasa, 30 April 2013

PAPUA SIAPA YANG PUNYA



Ranah Papua adalah milik warga Papua, milik warga negara Indonesia. Sejarah sudah mencatat, jauh sebelum Sumpah Pemuda yang menyatukan tekad satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa. Indonesia dan rakyat Papua sudah lama menggunakan bahasa Indonesia (Melayu). Bahkan, 117 tahun sebelum Indonesia Merdeka, Papua sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari Indonesia (Hindia Belanda). Yakni, ketika Papua dibawah naungan Kerajaan Ternate yang menjadi bagian penting Hindia Belanda kala itu.
Seorang tokoh Papua, Laksamana Madya TNI (Purn) Freddy Numberi menegaskan, bahwa Papua sebagai bagian tidak terpisahkan dari NKRI, tidaklah terbantahkan. Karenanya, sikap sekelompok masyarakat Papua yang mengingkari kenyataan tersebut tidaklah patut diteruskan. Terlebih, kalau tekad memisahkan diri tersebut semata-mata karena ditunggangi kepentingan asing.
Sikap ingin 'merdeka' yang dituntut rakyat Papua, bukanlah hal yang haram. Namun, merdeka yang dimaksud disini adalah merdeka dari kemiskinan, kebodohan, kertinggalan, dan merdeka dari segala macam penindasan dengan tetap dalam bingkai NKRI. Lantas bagaimana rakyat Papua bisa merdeka dari kemiskinan dan kebodohan?
Wacana dialog yang dikembangkan belakangan ini, bisa jadi merupakan salah satu jalan keluar menyelesaikan konflik di Papua. Setidaknya, dialog antar  berbagai  pihak (pemerintah  pusat  dengan warga Papua, warga Papua dengan warga Papua yang beda paham bisa jadi akan memecah kebuntuan komunikasi yang terjadi sejauh ini. Namun, jauh lebih penting dari itu adalah “Tegakkan dan laksanakan hukum di Papua”.
Mulailah dari pemberian penghargaan kepada rakyat Papua. Namun, peluang itu harus diwujudkan dalam bentuk nyata dan bukan hanya slogan. Pemerintah pusat telah memberikan contoh positif,  ketika dimasa Presiden Gus Dur, rakyat diberi janji dan langsung dilaksanakan yakni saat rakyat Papua diberi kebebasan menyebut diri Papua sebagai ganti Irian Barat. Namun, kebebasan itu tetap dalam kerangka NKRI.
Selanjutnya, tonggak penting lain adalah manakala pemerintah pusat menerapkan Otonomi Khusus Papua. Sayang, otonomi khusus itu dalam pelaksanaannya tidak dikelola dengan baik oleh pemda setempat. Selain  banyak terjadi kebocoran keuangan yang dikorupsi, sebab lain adalah hingga saat ini aturan pelaksanaan Otonomi Khusus Papua belum ada setelah beberapa tahun diterapkan. Akibatnya, Otonomi Khusus berjalan tanpa panduan baku, Otonomi Khusus Papua akhirnya berjalan dengan tafsir berbeda-beda. Hasilnya, sudah tentu Otonomi Khusus masih belum memuaskan warga.
Memakmurkan rakyat Papua sudah seharusnya dimulai dari rakyat Papua sendiri. Memberi kebebasan mereka mengatur diri sendiri lewat Otonomi Khusus Papua. Namun, tentu saja aturan pelaksanaan Otonomi Khusus tersebut harus dibuat, untuk kemudian dilaksanakan sebaik-baiknya.
Sebagai penguasa, pemerintah pusat sah-sah saja memberi arahan, karena itu  adalah  hak  pemerintah.  Dan,  selama  warga Papua  mampu mengatur dirinya sendiri dan tidak melenceng dari bingkai NKRI, maka itulah awal dari kedamaian yang kita dambakan bersama untuk tetap melanjutkan pembangunan dalam menuju kesejehtaraan yang bermartabat dan demokratis.                  
         

Rabu, 28 November 2012

NEGARA MANAPUN TIDAK MENDUKUNG GERAKAN SEPARATIS PAPUA


Berbagai peristiwa penembakan terhadap aparat keamanan dan warga sipil, memperlihatkan bahwa konflik kekerasan masih ada di Papua. Aksi-aksi simbolis mendukung gerakan separatisme, seperti pengibaran bendera Bintang Kejora, baik di Papua maupun di luar negeri terus dilakukan sebagai propaganda, agar kegiatan OPM mendapat dukungan dan simpati dari dunia luar. Keadaan ini menunjukkan bahwa eskalasi ancaman dari OPM masih ada dan butuh penanganan secara serius.
Tetap eksisnya Gerakan Separatis Papua yang menamakan diri Organisasi Papua Merdeka di Papua, meskipun jumlahnya makin kecil namun masih tetap menjadi ancaman bagi stabilitas keamanan di Papua. Disisi lain, hingga kini masih ada upaya dari OPM di luar negeri untuk menggalang dukungan politik masyarakat internasional bagi perjuangannya mewujudkan kemerdekaan Papua.
Kita jangan khawatir tentang adanya isu-isu yang menyesatkan bahwa ada dukungan negara luar dalam kegiatan separatis ini. Negara manapun tidak akan mendukung gerakan separatis Papua. Sebagai contoh, Amerika Serikat melalui Duta Besarnya, Scot Marciel menegaskan posisi Amerika Serikat terkait masalah Papua. Negara adidaya tersebut secara tegas menyatakan tidak mendukung aksi separatisme yang ingin membebaskan Papua dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mereka tetap memandang Papua sebagai bagian dari wilayah Indonesia.
Demikian juga Australia yang secara terang-terangan tetap mendukung Indonesia sebagai negara berdaulat dan tidak mendukung sama sekali pergerakan OPM. Hal ini dapat dilihat dari dukungan Australia melalui juru bicara Kedutaan Besar Australia, Ray Marcello mengatakan apapun faktanya, Australia mendukung kesatuan wilayah Indonesia dan tidak mendukung apapun yang merusak kesatuan itu. Australia tidak mendukung pemisahan diri atau kemerdekaan apapun dari wilayah manapun di Indonesia. Australia akan mendukung langkah apapun yang akan dilakukan Indonesia untuk menangani hal-hal yang mengancam kesatuan wilayahnya.
Pernyataan dari Duta Besar Amerika Serikat dan Juru Bicara Kedutaan Besar Australia tersebut membuktikan bahwa negara mereka hormat akan integritas Indonesia sebagai negara berdaulat dan menghargai cara-cara penyelesaian yang ditempuh pemerintah kita berkaitan dengan gerakan separatis OPM.
Dengan adanya dukungan dari negara lain dalam menyelesaikan masalah Papua menunjukkan bahwa Indonesia dihormati dan dipandang sebagai negara yang berdaulat. Untuk itu, khusus kepada aparat keamanan TNI/Polri, jangan ragu dalam bertindak.  Mari kita bulatkan tekad agar, Papua dan Papua Barat tetap bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. "Papua bagian dari wilayah Indonesia, itu harus kita pertahankan”.
          

Senin, 26 November 2012

AWAS! AKSI SEPARATISME MANFAATKAN ISU HAM



                                                                                              
Setiap kali menjelang bulan Desember maka aktivitas separatisme Organisasi Papua Merdeka (OPM) semakin hari semakin meningkat dan intens. Kegiatanya  yang dilakukan mulai dari  pengibaran bendera OPM, rapat gelap hingga melakukan tindakan teror kepada rakyat kepada yang tidak berdosa hingga kepada aparat sekalipun. Tujuannya  hanya  untuk menunjukkan eksistensi sebagai kelompok pemberontak yang ingin diakui oleh dunia.   Mereka terus melakukan  propaganda internasional   dengan memanfaatkan isu pelanggaran HAM.
Sementara itu pada sisi lain kegiatan kelompok separatis Papua di dalam negeri diantaranya melakukan aksi kekerasan berupa penembakan dan pembunuhan untuk memancing reaksi internasional. Aksi penembakan kepada penduduk sipil dan aparat hingga Nopember ini masih berlangsung. Pengamanan dan penanganan oleh aparat kepolisian dan TNI terhadap aksi-aksi kekerasan di Papua, dihembuskan sebagai propaganda terjadinya pelanggaran HAM di Papua.
Upaya mengangkat isu pelanggaran HAM di forum internasional terus diupayakan kelompok separatis, diantaranya memanfaatkan penyelenggaraan Bali Democracy Forum (BDF). Menurut informasi yang kami ketahui bahwa   adanya upaya gerakan dari kelompok separatis Papua merdeka mempengaruhi para peserta agar mengangkat isu pelanggaran HAM di Papua. Australian West Papua Association (AWPA) mendesak Perdana Menteri Australia Julia Gillard untuk mengangkat masalah kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua dalam forum BDF. AWPA juga mendorong agar Perdana Menteri PNG Peter O’Niell membawa masalah Papua di forum BDF agar mendapat perhatian Presiden RI.
Joe Collins dari AWPA mengatakan mengingat pentingnya acara BDF dan hubungan dekat Australia dan Indonesia, diharapkan Australia bisa meningkatkan kerja sama dengan peemerintah Indonesia dalam hal penegakan HAM di Papua. Kami juga berharap agar Komisaris Tinggi PBB untuk HAM Navi Pillay yang akan menghadiri BDF juga berupaya mendesak Indonesia memperhatikan masalah penegakan HAM di Indonesia, khususnya di Papua.
Upaya kelompok separatis Papua mempengaruhi para pemimpin dunia dalam forum BDF agar mengangkat isu HAM di Papua, dalam rangka mendorong isu Papua ke tataran internasional. Kegiatan kelompok separatis tersebut akan memojokkan posisi Indonesia dan sangat merugikan Indonesia dalam menjaga integritas NKRI.
Kita berharap     aparat keamanan TNI dan Polri di Papua dapat mengantisipasi agar aksi peringatan HUT OPM tidak dijadikan ajang memancing kekacauan di Papua. Sebab dapat ditebak gerakan OPM akan melakukan berbagai cara agar aparat TNI dan Polri terpancing untuk menindak kelompok OPM yang melakukan tindakan anarkis. Dengan begitu kelompok yang  dipersiapkannya begitu gampang untuk memperkarakan  pada HAM yang telah dipersiapkan sebagai kedok dalam menjalankan  berbagai aksinya.  

Kamis, 22 November 2012

AKTIVITAS OPM MASIH MERESAHKAN


Patut kita bersyukur bahwa beberapa hari terakhir ini mulai dari bulan Oktober hingga memasuki bulan November 2012 situasi keamanan di Papua secara keseluruhan masih dalam keadaan kondusif.  Namun pada daerah-daerah tertentu seperti basis OPM (Organisasi Papua Merdeka) dimana ia bercokol tentunya masih sangat rawan. Sebagaimana dikatahui bersama bahwa sesungguhnya   kekuatan OPM terbilang tidak begitu kuat dengan persenjataan yang sangat minim, namun aksi OPM kerap merepotkan aparat TNI/Polri yang bertugas disana.
Aksi penghadangan dan penyerangan secara tiba-tiba terhadap aparat keamanan yaitu Polri maupun TNI, mengkhawatirkan karena tindakan OPM tidak segan-segan melakukan tindakan kekerasan bahkan menimbulkan korban luka dipihak aparat tentara dan polisi. Tindakan OPM seperti inilah yang harus terus ditumpas hingga dapat memberikan jaminan keamanan masyarakat agar dapat beraktivitas.
Walaupun aksi penyerangan OPM ini berskala kecil namun setidaknya akan mempengaruhi situasi dan kondisi keamanan di daerah tersebut. Aparat keamanan baik Polri maupun TNI seringkali kesulitan menangkap kelompok OPM yang beraksi di Kabupaten Puncak Jaya, Papua. Akibat kondisi daerah memiliki hutan yang luas dan lebat kerap dimanfaatkan oleh OPM untuk melakukan aksi penyerangan secara mendadak dan kemudian lari masuk kedalam kerimbunan hutan setempat. Beberapa kali upaya penangkapan dilakukan tetapi aparat selalu kehilangan jejak mereka.
Terus berulangnya aktivitas teror yang dialakukan oleh OPM, sedikit banyaknya akan dapat menghambat   peningkatan perekonomian dan pendidikan  masyarakat dan daerah di Papua pada umumnya. Pendidikan di Papua harus diakui masih terbelakang dibanding dengan daerah lain. Maka pendidikan di Papua harus dibangun dengan mengacu pada pendekatan yang berbasis Papua itu sendiri agar mudah dipahami.
Contoh misalnya kedekatan dengan obyek harus menjadi model pengajaran. Pertama, dalam bentuk perhitungan yang menggunakan satuan meter, centimeter, kilo meter dan seterusnya. Siswa di Papua akan lebih mudah mengerti jika menggunakan satuan langkah kaki. Kedua, dalam perhitungan matematika, (+, – , x) harus menggunakan media pendukung  seperti (anak panah, ubi, babi , batu dan sebagainya).
Ketiga, siswa diajak mencari benda apa saja di sekitar lingkungan yang bisa membantu, masuk ke salah satu pemahaman materi pelajaran, seperti mencari jenis-jenis akar, buah, batu dan sebagainya. Keempat, merumuskan/mendefinisikan sendiri apa yang dilihat siswa, guru hanya meluruskan dan mengarahkan ke tujuan. Menurut hemat penulis dengan cara sperti itu  pendidikan di Papua akan dapat diterima karena relevan dengan kondisi daerahnya yang mudah dipahami.
Bagaimanapun pendidikan dan perekominan di daerah tersebut akan dapat meningkat dan masyarakatnya sejahtera jika kondisi daerah itu betul-betul kondusif. Jika separatis OPM tetap melakukan pembangkangan agar Papua lepas dari NKRI maka secara pasti akan dapat mempengaruhi aktivitas secara keseluruhan.
Oleh karena itu kita berharap kepada aparat TNI/Polri di Papua segera mengambil langkah tepat untuk meminimalkan aktivitas OPM. Pemerintah harus terus mendorong tentara dan polisi yang bertugas disana agar tidak boleh takut dan lengah   untuk terus memburuh dan menangkap separatis agar mempersempit ruang gerak para separatis OPM yang meresahkan itu.