Minggu, 29 April 2012

MENGATASI SEPARATISME DAN PEMBERONTAKAN BERSENJATA



Menggunaan kekuatan pertahanan militer dalam menghadapiancaman separatisme dan pemberontakan bersenjata dilakukan berdasarkan putusan politik pemerintah dan dilindungi oleh undang-undang. Penggunaan kekuatan TNI dilaksanakan melalui OMSP denganmengembangkan strategi operasi yang tepat dan efektif sesuai dengansituasi dan kondisi yang dihadapi.
Peran pertahanan nirmiliter  (upaya mobilisasi kekuatan non-militer) dalam menghadapi ancaman separatisme adalah mengefektifkan fungsi-fungsi pembangunan nasional dengan akar masalah separatisme dapat diatasi melalui pendekatan kesejahteraan dan keadilan. Separatisme adalah ancaman yang keberadaannya memperlihatkan bahwa kelompok-kelompok tersebut terus melakukan proses regenerasi seperti yang terjadi di Papua saat ini. Bahkan kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) sudah susah lagi untuk dikontrol.  
Fenomena ini harus disadari dan diikuti perkembangannya dalam menyusun strategi pertahanan nirmiliter.Momentum demokratisasi dimanfaatkan oleh kelompok separatis guna mencapai tujuannya dengan menggunakan pola perjuangan non bersenjata serta berusaha mencari perhatian dan dukungan dari luar negeri.
Untuk menghadapi kecenderungan ancaman separatisme,unsur pertahanan nirmiliter ke depan akan banyak berperan aktif untuk mencari dan menemukan solusi yang tepat dan efektif.
Dalam hal ini tanggung  jawab pemerintah dalam melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat untuk menyadarkan kelompok separatis atau pun pemberontak semakin diperlukan. Ancaman separatisme berakar pada faktor-faktor nirmiliter sehingga harus dihadapi pula dengan pendekatan nirmiliter.
Muara dari pendekatan nirmiliter adalah bagaimana membawa seluruh warga negara Indonesia merasa nyaman tinggal di negaranya sendiri sehingga bibit-bibit separatisme tidak berkembang. Rasa kebanggaan rakyat Indonesia sebagai bangsa yang bersatu dalam wadah NKRI dan yang ber Bhinneka Tunggal Ika harus terus ditanamkan dan dikembangkan.  

Kamis, 26 April 2012

APARAT BRIMOB GORONTALO REKAYASA INSIDEN


 Penembakan Bromob terhadap  anggota Kostrad    beberapa waktu yang lalu telah menimbulkan luka yang mendalam bagi segenap prajurit Kostrad. Apa pasal? Ini terkait dengan  meninggalnya  Prada Firman Baso   pada Kamis (26/04) dini hari waktu Gorontalo akibat yang bersangkutan kena  tembakan peluru tajam pada lengan bagian kiri hingga tembus kebagian ketiak.  

    Peristiwa berdarah itu terjadi di kompleks kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Gorontalo.  Bermula dari satu regu anggota Brimob yang berpatroli dengan menggunakan mobil truk dan melintas di depan Kantor KPU Limboto. Tiba-tiba menurut versi polisi mobil itu dilempari batu dan botol oleh sekelompok orang tak dikenal.  Setelah  di investigasi secara mendalam ternyata hasilnya di putar balikkan oleh pihak kepolisian.

Sesungguhnya setelah selesai kejadian pihak investigasi yang melibatkan dari TNI dan Polri, hasilnya tidak ada ditemukan adanya dua anggota brimob yang luka sebagaimana pengakuan pihak kepolisian sellama ini. Pengakuan adanya dua korban kepolisian itu ditengarai hanya sebagi pembenar untuk melakukan penyerangan kepada aparat TNI Kostrad karena diduga ada “kepentingan polisi Gorontalo “dibalik penyerangan tersebut.

Pada bagian lain dikatakan Polisi  hanya menggunakan tembakan peluru karet  ternyata hanya isapan jempol belaka. Hasil investigasi menemukan bahwa   polisi disamping menggunakan peluru karet juga telah menggunakan peluru tajam yang mengakibatkan  Prada Firman Baso kena luka tembak pada lengan kiri tembus kebagian ketiak  sehingga yang bersangkutan mengalami  koma/kritis beberapa hari hingga   akhirnya   ia menghembuskan nafas terakhir.

       Rekayasa penembakan yang dilakukan oleh Polisi sungguh patut disayangkan  dimana   jaman reformasi menghendaki adanya keterbukaan dari segala hal namun justru pihak aparat   Brimob Gorontalo telah memperlihatkan kinerja yang amatiran.  Dengan meninggalnya Prada Firman Baso   tersebut maka investigasi secara mendalam harus segera dilakukan. Dan, investigasinya tidak boleh lagi melibatkan unsur kepolisan untuk menghindari hasil investigasi yang bias dan hanya untuk menambah persoalan baru bukan untuk menyelesiakan persoalan.

     Oleh karenanya  berbagai elemen yang ada menghendaki agar kasus salah paham antar aparat di Gorontalo dituntaskan dengan seadil-adilnya tanpa adanya rakayasa. Sebab bila ini tidak dituntaskan dengan adil akan dapat berakibat adanya balas dendam  dari pihak  Kostrad.  Polisi yang terlibat  dalam kasus penembakan aparat Kostrad  tersebut harus segera diambil tindakan tegas.  Yang bersangkutan harus dapat diberi hukuman setimpal atas perbuatanya kalau perlu diberi hukuman mati sekalipun demi untuk mengakkan hukum sebagai panglima tertinggi di negeri ini. 

Minggu, 22 April 2012

TAWURAN ANTAR SESAMA APARAT PERLU DILOKALISIR



Sejak berpisahnya anatara TNI dan Polri pada beberapa tahun zilam riak-riak bentrokan kerap terjadi. Mulai dari persoalan sepele  hingga persoalan besar yang mengakibatkan terjadinya jiwa korsa sempit. Belum selesai persoalan geng motor pita kuning hingga kini muncul lagi terjadinya bentrokan anggota TNI Kostrad dengan Brimob Gorontalo pada Ahad (22/4)lalu.
Akibat kejadian tersebut telah menimbulkan  beberapa orang anggota TNI kena tembak akibat pertikaian yang terjadi. Sementara itu dipihak Polri   dua anggota brimob yang terluka. Kronologis kejadian menurut informasi yang kami kumpulkan kasus itu dipicu ketika  “Saat patroli polisi sedang melintasi kantor PU di Gorontalo mereka ada yang melempar dengan batu dan botol sehingga melukai dua anggota brimob  yaitu  Briptu Sarifudin dan Briptu Asrul.
Yang kita patut sesalkan kejadian tersebut kenapa tidak ada koordinasi yang berjalan anatar aparat. Yang adalah para patroli polisi justru kembali ke Tempat Kejadian Perkara (TKP), dimana secara psikologis emosi ditempat itu belum terkendalikan dan terang saja kalau api ketemu api pasti akan terbakar.
Seharusnya pihak kepolisian tidak kembali ke TKP melainkan cukup berkoordinasi pimpinan antar pimpinan untuk menghindari hal-hal yang kita tidak inginkan bersama. Karena arogansi polisi masih dikedepankan maka pihak patroli polisi datang ke TKP maka pihak anggota TNI tidak menerima dan berusaha mengadakan perlawanan. Kontan saja pihak polisi yang merasa diatas angin karena membawa senjata berisi amunisi peluru karet tidak disia-siakan untuk membantai aparat TNI yang lagi emosisnya masih belum labil.
Oleh karenanya kita berharap agar insiden tawuran antar aparat harus segera dilokalisir agar tidak menjalar kemana-mana. Bagi aparat yang terbukti terlibat baik aparat TNI maupun kepolisian harus segera ditindak secara tegas sesuai dengan hukum yang berlaku. Hindari kesan seolah-olah polisi sebagai dalang rekayasa tawuran. Polisi harus membuktikan bahwa aparat pelindung dan pengayom masyarakat dan siapaun yang terlibat dalam tawuran tersebut harus segera ditindak tegas  tanpa pandang bulu.   


Kamis, 19 April 2012

KELOMPOK SEPARATIS PAPUA MAKIN FRUSTASI



  Sejumlah aksi kekerasan bersenjata yang dilakukan oleh kelompok separatis OPM terhadap masyarakat sipil maupun aparat keamanan di Papua belakangan ini mengindikasikan bahwa kelompok separatis OPM makin frustasi dan semakin kehilangan arah perjuangan. Perjuangan kelompok separatis Papua untuk meraih simpati masyarakat lokal, nasional maupun internasional sudah tidak dipedulikan lagi. Sebagian besar masyarakat Papua tidak lagi mendukung perjuangan OPM untuk memisahkan diri dari NKRI. Dipihak lain pemerintah dan aparat keamanan justru semakin mendapatkan dukungan dan simpati masyarakat Papua. Berbagai program pemerintah maupun kegiatan pembinaan territorial yang dilakukan TNI, telah memberikan dampak yang positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
 Demikian juga dunia internasional termasuk PBB, tidak lagi mempersoalkan masalah Papua, karena telah mengakui Papua sebagai bagian integral dari NKRI. Kongres Internasional Lawyers For West Papua (ILWP) yang digelar di London Inggris yang mengusung agenda separatis Papua, sama sekali tidak membuahkan hasil. Karena Mr. John Salford dari AS selaku saksi Pepera tahun 1969 menilai bahwa Pepera sudah sah sebagaimana resolusi PBB 2504 dan merupakan kebijakan final. 
Kegagalan manuver kelompok separatis Papua dalam mencapai perjuangan memisahkan diri dari NKRI inilah yang telah membuat mereka putus asa, frustasi dan kehilangan akal sehat serta hati nurani, sehingga mulai berbuat nekat dan tidak terkendali. Mereka mulai main ancam, main tembak dan tidak segan-segan membunuh warga masyarakat serta menyerang aparat keamanan. Bahkan informasinya mereka juga akan melakukan penyerangan kepada pejabat serta sasaran-sasaran terpilih yang memiliki nilai strategis.
Selain itu, diantara elit kelompok separatis Papua, juga mulai saling menipu dan membohongi. Sejumlah warga Papua yang pernah dipaksa pergi untuk berjuang diluar negeri, mengaku kecewa dan akhirnya kembali ketanah air, karena dunia internasional sudah tidak peduli lagi. Dunia internasional nampaknya menyadari bahwa isu-isu yang dihembuskan kelompok separatis OPM, seperti pelanggaran HAM, ketidakadilan sosial dan politik, pelurusan sejarah integrasi Papua dalam NKRI, hanyalah isapan jempol belaka. Apa yang diisukan, tidak sesuai dengan kenyataan dilapangan. Kabarnya mereka kembali ketanah air juga karena kecewa dengan omong kosong Tokoh Papua Merdeka Herman Wainggai dan kawan-kawan. Apa yang dijanjikan oleh tokoh separatis Papua kepada para pencari suaka politik adalah bohong belaka.
Berbagai aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok separatis Papua tersebut, ibarat menancapkan duri dalam daging sendiri. Karena aksi-aksi yang dilakukan justru  sangat menyengsarakan seluruh rakyat serta menghambat proses percepatan pembangunan yang sedang digalakkan oleh pemerintah.
Oleh karena itu, sebagai warga masyarakat kita perlu mendukung upaya aparat keamanan untuk melakukan proses penegakan hukum. Masyarakat Papua, termasuk kelompok masyarakat yang berseberangan dengan pemerintah adalah saudara kita dan warga Negara Indonesia, sehingga perlu didekati secara persuasif dan simpati. Tetapi terhadap kelompok separatis bersenjata yang telah melakukan aksi kekerasan bersenjata dan merong-rong kedaulatan NKRI perlu dilakukan pendekatan militer. Dalam hal ini TNI harus dikedepankan, agar masyarakat maupun aparat keamanan tidak terus menjadi korban. Seluruh komponen masyarakat Papua perlu bersinergi dengan dengan pemerintah dan aparat keamanan untuk memerangi segala bentuk aksi separatisme. 

OPM DALANG KEKERASAN DI PAPUA




Pesawat komersial Trigana Air ditembak orang tak dikenal di Bandara Mulia, Puncak Jaya, Papua. Insiden penembakan itu terjadi Minggu (8/4) pagi saat pesawat jenis Twin Otter dengan kode lambung PK-YRF yang terbang dari Nabire itu hendak mendarat. Akibatnya, satu orang tewas dan 4 lainnya mengalami luka-luka. Diduga, pelaku berusaha menembak mesin pesawat dengan tujuan agar pesawat yang membawa lima penumpang itu hilang kendali dan menabrak menara (tower) pengawas dan bangunan di pinggir lapangan terbang.
Selain berhasil melubangi lambung pesawat, kabarnya korban tewas bernama, Leiron Kogoya Muliambut (35), wartawan Papua Pos yang tinggal di Nabire sedang yang terluka kena tembakan adalah pilot Beby Astek , kopilot Willy Resubun serta dua penumpang lainnya.
Walaupun pihak kepolisian langsung memburu pelaku penembakan yang diperkirakan bersembunyi di balik pegunungan di sekitar lapangan terbang, namun, karena medannya yang berat, pelaku berhasil melarikan diri. Hingga saat ini tim gabungan TNI dan Polri masih terus melakukan pengejaran terhadap pelaku. Aparat memastikan bahwa  pelaku merupakan kelompok separatis atau anggota Organisasi Papua Merdeka.
Dari kronologi kejadian ini diyakini bahwa penembakan dilakukan oleh  kelompok OPM. Karena selama ini yang selalu menembak masyarakat tidak berdosa  dan pos aparat keamanan adalah OPM. Dan, sangat masuk diakal penembakan pesawat tersebut juga pelakunya adalah OPM.  Jika ada  pihak-pihak lain yang menolak keterlibatan OPM itu merupakan bagian dari provokatif menyesatkan.
 Provokatif OPM ini juga didukung oleh beberapa  tayangan media elektronik  beberapa bulan lalu, dimana pimpinan OPM terlihat dengan  pakaian kebesaran berpangkat bintang tiga, beserta anak buahnya yang membawa senjata api, panah, tombak dan senjata tajam lainnya sedang  di wawancarai dan  berbaris ala militer.
Dengan senjata, atribut, simbol dan keinginan untuk memisahkan diri dari NKRI, seharusnya  sudah cukup bagi kita untuk mengindikasikan bahwa pembunuhan, penembakan dan kekerasan yang terjadi di Papua adalah kelompok   OPM. Karena tidak ada kelompok bersenjata di Papua selain OPM, maka siapa lagi yang harus dituduh? 

PENEMBAKAN PESAWAT CIPTAKAN TEROR BARU DI PAPUA


Penembakan yang terjadi di Papua, betul-betul memprihatinkan, karena yang ditembak itu adalah wartawan dan masyarakat sipil yang tidak berkaitan dengan masalah. Tentu hal ini betul-betul bentuk provokasi yang tidak bisa diterima.  Penembakan tersebut merupakan bentuk teror baru bagi masyarakat, bahkan bila berlanjut terus, bisa menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat Papua. Dapat dibayangkan kalau beras dan kebutuhan pokok tertunda pendistribusiannya karena merasa tidak aman, kan yang rugi masyarakat luas.
Aparat penegak hukum harus mengusut tuntas dan menindak pelakunya dengan segera.  Siapapun yang melakukan itu harus ditindak keras. Karena efek terornya sangat mengkhawatirkan. Kejadian penembakan pesawat Trigana Air oleh kelompok sipil bersenjata di lapangan udara Mulia, Puncak Jaya, Minggu pagi 8 April 2012 lalu tentu telah mencoreng upaya perdamaian di tanah Papua yang tengah dilakukan pemerintah.
Kita berharap upaya-upaya damai dan prioritas pembangunan di Papua jangan dikotori oleh tindakan-tindakan yang tidak bertanggung jawab dan mengorbankan masyarakat itu sendiri, baik korban jiwa maupun jasa pelayanan kebutuhan masyarakat Papua. Pelaku tindakan kekerasan dan teror kepada masyarakat sipil serta jasa penerbangan yang melayani kebutuhan masyarakat pedalaman seperti ini harus dihentikan.
Mengingat  wilayah Papua sangat luas,  tiga kali lebih besar dibandingkan Pulau Jawa ditambah lagi masih ditemukan peredaran senjata di masyarakat, maka sekuat apa pun usaha pihak kepolisian dan TNI  melakukan pendekatan keamanan, akan tetapi apabila dari pihak atau kelompok masyarakat masih ada yang tidak ingin kedamaian, maka Papua akan seperti ini. Kondisi ini  tentu menjadi dilema, di satu sisi aparat bertindak tegas, nanti dianggap melanggar HAM
Diharapkan agar aparat Polri bersama TNI  terus bersinergi dengan  aparat Pemda   dapat menuntaskan masalah ini. Ini dimaksudkan agar dapat   mencegah keresahan dalam masyarakat. Kelompok pengacau keamanan di Papua harus segera dihentikan dan perlu ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku. Aparat penegak hukum dan pemerintah jangan sampai mau kalah terhadap OPM  yang telah meresahkan masyarakat Papua selama ini. 

Rabu, 18 April 2012

MASALAH PAPUA SANGAT EMERGENSI


           
Gerakan Separatis Papua dapat dikatakan merupakan gerakan separatis yang paling berbahaya dan mengancam eksistensi keutuhan NKRI, sebab gerakan ini memiliki dukungan politis secara terselubung dari luar negeri yang cukup kuat. Aktivitas separatisme ini terlihat dari serangkaian insiden kekerasan, unjuk rasa yang menuntut referendum dan pengibaran bendera Bintang Kejora pada moment-moment tertentu.
Kasus demi kasus yang masih terus terjadi di Papua, tentu tidak boleh dibiarkan atau dipandang masalah sepele, karena dampaknya sangat meresahkan warga masyarakat dan berpotensi membahayakan keamanan serta integritas  nasional. Berbagai aksi yang dilakukan oleh kelompok separatis Papua,  bukanlah suatu yang bersifat kebetulan dan spontanitas, tetapi sengaja direncanakan secara matang dan masiv. Sepertinya ada agenda setting yang sengaja dirancang, dengan misi akhir membentuk Papua merdeka, terpisah dari NKRI.
Banyak isu yang dikembangkan untuk mendiskreditkan pemerintah RI dan aparat keamanan baik melalui media massa, mimbar bebas ataupun diplomasi internasional   seperti  isu  tindak  kekerasan  dan  pelanggaran  HAM  oleh  aparat keamanan, ketidakadilan dan diskriminasi di segala bidang terhadap warga Papua, kegagalan otonomi khusus, dan berbagai isu miring lainnya. Semua ini dilakukan untuk membentuk opini publik tentang citra negatif bangsa Indonesia, yang tujuannya tidak lain adalah menggalang simpati dan dukungan masyarakat dunia internasional untuk secara kolektif mendegradasi NKRI.
Oleh sebab itu, kita tidak boleh hanya berdiam diri menyikapi persoalan di Papua, tetapi harus melakukan tindakan nyata untuk menghadang setiap aksi kelompok separatis Papua baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Karena permasalahan Papua, bukan hanya menjadi tanggungjawab pemerintah ataupun aparat keamanan saja, tetapi perlu perhatian dan dukungan penuh dari seluruh warga Negara Indonesia.
Terkait masalah ini, maka aparat keamanan baik TNI maupun Polri  harus berani melakukan tindakan yang tegas dan terukur. Perlu konsistensi penegakan hukum  untuk memberikan efek jera kepada para pelaku makar dan separatisme, demi menyelamatkan rakyat dan keutuhan NKRI dari ancaman separatisme. Kita tidak boleh membiarkan aksi separatisme terus membesar, tidak boleh membiarkan aparat keamanan dan masyarakat sipil terus menjadi korban. Sekecil apapun bibit separatisme dan aksinya harus diredam dan dibasmi sampai habis keakar-akarnya.
Kita harus menghentikan aksi separatisme, termasuk gerombolan bersenjata ini dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Kalau benar kepemilikan senjata tidak dibenarkan, tidak mampukah kita memberantas kepemilikan senjata di Papua? Melanggar HAM? Mestinya bisa dibantah. Sebab, melindungi warga negaranya adalah hukumnya wajib bagi setiap negara. Hal ini penting, agar kita tidak perlu menyaksikan lagi isak tangis keluarga dan isteri anggauta TNI/Polri yang menjadi korban penembakan disana. Kalau ada pelanggaran HAM, mestinya justru harus dialamatkan pada gerombolan bersenjata itu.

ACEH DAN PAPUA MENJADI SOROTAN


       
Persoalan di Aceh dan Papua terus mendapat sorotan dari berbagai pihak, baik dari  pengamat, pengusaha, politisi  termasuk dari Senayan, bahkan rakyat  biasa. Kasus terakhir di Aceh adalah kerusuhan dan pembakaran pasca pemilukada yang serentak dilaksanakan  hampir disemua Kabupaten dan Provinsi yang sebagian hasilnya tidak bisa diterima oleh masyarakat, sehingga mengakibatkan kerusuhan dan pembakaran beberapa kantor sekretariat KPU, KIPP dan  beberapa kantor kecamatan di bakar. Sementara di Papua, satu orang tewas dan empat luka-luka ketika pesawat komersial milik Trigana air ditembaki orang tak dikenal yang diduga dari kelompok OPM.
Persoalan-persoalan Aceh dan Papua  kini menjadi pembicaraan baik antara DPR dengan pemerintah maupun dilingkungan masyarakat sendiri. Sambil menunggu hasil akhir pemilukada Aceh maupun hasil penyelidikan kasus penembakan pesawat Trigana Air, tentunya tidaklah  berlebihan bila kita  sedikit mengulas tentang  dua wilayah ini yang selalu sarat dengan nuansa konflik berkelanjutan yang sudah puluhan tahun tak kunjung reda.
Dua wilayah ini memang beda persoalannya walaupun awalnya di Aceh juga muncul separartis GAM namun pasca MoU Helsinki, niat separatis GAM mulai redup, dan yang kini muncul adalah kekerasan bersenjata  berupa penembakan dan pembunuhan yang kental dengan aroma politik terkait isu pemilukada maupun isu SARA. Sedangkan di Papua separatis OPM masih menjadi momok menakutkan bagi  aparat  keamanan disana  karena  aparat  sulit  membedaka  antara separatis OPM dengan rakyat  biasa, sehingga ketika melakukan pembersihan dan penumpasan separatis melalui cara-cara represif dapat dipastikan menimbulkan  pelanggaran HAM. Sebaliknya ketika dilakukan pendekatan persuasif aparat kita yang justru menjadi bulan-bulanan separatis OPM, sudah  banyak aparat baik TNI maupun Polri yang menjadi korban keganasan  OPM.
Jalan terbaik saat ini nampaknya memang harus mengedepankan dialog dan jalan damai, menyadarkan mereka bahwa kekerasan bukanlah solusi dalam  menyelesaikan setiap persoalan, kekerasan justru akan membawa kekerasan baru, dan itu tentu tidak diharapkan oleh kita sebagai  warga Negara dan bangsa Indonesia. Untuk itu kita berharap bahwa  persoalan  Aceh dan Papua yang  kini sedang hangat dibicarakan diberbagai kalangan, pemerintah dan DPR,  dapat  menyimpulkan  akar permasalahan atau paling tidak dapat meredakan  keinginan para perusuh  di dalam melakukan aksi kekerasan dan lebih memilih  jalan damai serta dialog ketimbang mengangkat senjata.

JANGAN BIARKAN KEBIADABAN OPM


            Aksi kelompok separatis Papua OPM (Organisasi Papua Merdeka) belakangan ini semakin mengila saja. Mereka tidak saja melakukan aksi kekerasan bersenjata seperti dengan melakukan penyerangan/penembakan terhadap aparat dan warga masyarakat, tetapi juga melakukan aksi-aksi politik untuk memisahkan diri dari NKRI. Insiden terbaru berupa penembakan pesawat komersial Trigana Air di Lapangan Terbang Mulia Papua, yang mengakibatkan 1 orang tewas dan 4 warga sipil lainnya terluka. Berbagai upaya dilakukan OPM mulai aksi kekerasan bersenjata, penghadangan terhadap aparat keamanan, loby-loby internasional sampai dengan kongres untuk mendirikan Negara Federal Papua Barat, yang terpisah dari NKRI. Hal ini tentu menjadi  ancaman serius dan berpotensi menciptakan disintegrasi bangsa.
                Oleh sebab itu, tidak ada pilihan lain bagi kita bahwa segala kegiatan dan aksi OPM harus segera dihentikan. Sayangnya, tidak semua elemen bangsa ini memiliki visi yang sama dan menyadari akan bahaya ancaman separatis OPM. Sebagian kalangan justru malah terprovokasi dan terjebak oleh permainan dan perangkap yang sengaja di mainkan oleh OPM. Celakanya, ada tokoh agama dan pengamat yang mendukung mereka, bahkan ada beberapa LSM yang membela OPM atas nama HAM.
                Kita perlu menyadari bahwa salah satu perangkap yang dimainkan oleh OPM adalah masalah HAM (Hak Asasi Manusia). OPM sengaja memancing aparat keamanan untuk melakukan aksi balas dan tindakan represif terhadap berbagai aksi kekerasan yang dilakukan OPM. Bila aparat keamanan sampai terpancing melakukan aksi represif, maka akan dieksploitasi sebagai tindakan pelanggaran HAM. Mengingat isu HAM ini berdampak luas, dan dapat menjadi pintu masuk bagi pihak asing untuk melakukan intervensi terhadap permasalahan di Papua.
                 Disisi lain, berbagai aksi kekerasan dan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh OPM tidak pernah ada yang mau peduli. OPM seolah kebal terhadap pelanggaran HAM. Saya belum pernah mendengar ada LSM (seperti Kontras, Imparsial, Elsham) yang mempermasalahkan pelanggaran HAM yang dilakukan OPM. Fokus perhatian Komnas HAM dan LSM terkait masalah HAM hanya ditujukan kepada aparat keamanan saja. Aksi kekerasan kelompok OPM seolah mendapat legitimasi dari LSM. Akibatnya kelompok OPM semakin brutal dan masiv dalam melakukan aksi kekerasan bahkan melakukan tindakan makar.
                Sementara aparat keamanan yang coba melakukan pengejaran dan penyisiran terhadap pelaku aksi kekerasan yang diduga dilakukan OPM, justru dituduh melakukan pelanggaran HAM. Aksi persuasif yang dilakukan aparat keamanan, justru dibalas dengan aksi kekerasan oleh OPM. TNI dan rakyat yang melakukan karya bhakti justru ditembaki oleh OPM.
Untuk memburu kelompok separatis bersenjata OPM yang beroperasi di hutan Papua, memang harus mengedepankan TNI, karena TNI memiliki kemampuan untuk itu, sementara untuk proses hukum Polri-lah yang dikedepankan. Kita sepakat, semua pihak harus menjaga kedamaian di Papua. Jangan lagi ada kekerasan baik dari aparat ataupun OPM. Tetapi bila aparat keamanan sudah persuasif dan melakukan pendekatan kesejahteraan, sementara OPM terus dibiarkan melakukan kekerasan, ini sama saja membiarkan rakyat dan aparat jadi korban kebiadapan OPM.

TEROR DI PAPUA HARUS DIHENTIKAN


Aksi kekerasan di Bumi Cendrawasih sampai saat ini masih sering terjadi. Terakhir adalah ditembaknya pesawat komersial Trigana Air yang hendak mendarat di Puncak Jaya Papua. Pelaku penembakan pesawat ini adalah orang-orang yang sengaja memperkeruh suasana, yang sudah berangsur-angsur membaik  dengan teror secara mendadak dan tidak memandang siapa saja yang menjadi sasarannya. Akibat dari penembakan ini seorang jurnalis tewas dan mencederai 4 orang lainnya. Dapat dipastikan yang melakukan penembakan dan penebar teror selama ini di Papua adalah kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM). Untuk itu apapun bentuk dan tujuannya, teror yang ada di Papua harus segera dihentikan agar masyarakat merasa aman dan situasi kembali kondusif.
Mengapa bisa dikatakan ulah para pemberontak separatis bersenjata alias OPM? Di bumi Indonesia ini, diluar dari aparat keamanan TNI dan Polri, siapapun yang berhak memegang senjata adalah orang-orang yang telah mendapat izin dari pemerintah. Karena itu, ulah separatis bersenjata  inilah yang menjadi satu-satunya penyebab terjadinya penembakan. Kuat dugaan kelompok separatis bersenjata kembali mengingatkan bahwa gerakan mereka masih ada dan ini mengindikasikan dan memberi sinyal kepada aparat TNI/Polri bahwa mereka masih eksis.
Untuk itu, kami menghimbau kepada aparat TNI/Polri untuk sesegera mungkin melakukan langkah-langkah penindakan. Jangan biarkan mereka melebarkan gerakan, tumpas habis sampai ke akar-akarnya. Masyarakat sudah sangat gerah dengan teror dan ancaman ini. Apapun bentuk dan tujuannya, siapun tidak dibenarkan melakukan kekacauan di NKRI. Jika melakukan tindakan kekerasan apalagi kekacauan akan berhadapan dengan aparat TNI/Polri, masyarakat dan tentu saja hukum yang berlaku di Indonesia.
Kepada aparat TNI/Polri, jangan ragu dalam bertindak. Tumpas habis para pengacau yang mengganggu ketertiban umum, apalagi membahayakan integritas bangsa dan negara Republik Indonesia. Kepada masyarakat dihimbau untuk tidak ikut terpancing dan bersikap tenang agar suasana tidak keruh. Mari kita percayakan, penangkapan dan penumpasan para pemberontak separatis bersenjata kepada aparat terkait dalam hal ini TNI dan Polri. Informasi sekecil apapun sangat berharga bagi aparat keamanan untuk melokasi dimana keberadaan para pemberontak itu.
Ingatlah, kita satu bangsa satu tanah air, apa yang dirasakan rakyat di Papua, kami juga turut merasakannya. Karena itu, marilah kita sama-sama berpartisipasi membantu aparat keamanan dalam bekerja. Mari kita dukung dan berdoa, kiranya aparat keamanan dapat menangkap para separatis OPM agar bumi Papua kembali kondusif seperti yang kita inginkan bersama. 

PENEMBAKAN GANGGU UPAYA DAMAI DI PAPUA



Ketenangan di Papua kembali terusik, sebuah Pesawat komersial Trigana Air ditembak orang tak dikenal di Bandara Mulia, Puncak Jaya, Papua. Akibatnya, satu orang tewas dan 4 lainnya mengalami luka-luka. Insiden penembakan itu terjadi Minggu (8/4) pagi saat pesawat jenis Twin Otter yang terbang dari Nabire itu hendak mendarat. Diduga, pelaku berusaha menembak mesin pesawat dengan tujuan agar pesawat yang membawa lima penumpang itu hilang kendali dan menabrak menara (tower) pengawas dan bangunan di pinggir lapangan terbang.
Selain berhasil melubangi lambung pesawat, kabarnya penembakan itu menewaskan satu penumpang, Leiron Kogoya Muliambut (35), wartawan Papua Pos yang tinggal di Nabire.  Dan melukai pilot Beby Astek, kopilot Willy Resubun serta dua penumpang lainnya.
Walaupun pihak kepolisian langsung memburu pelaku penembakan yang diperkirakan bersembunyi di balik pegunungan di sekitar lapangan terbang, namun karena medannya yang berat, pelaku berhasil melarikan diri. Hingga saat ini tim gabungan TNI dan Polri dikabarkan masih terus melakukan pengejaran terhadap pelaku yang diduga   kelompok  bersenjata  Organisasi Papua Merdeka (OPM). 
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto menegaskan,  bahwa kekerasan dan teror kepada masyarakat sipil dan jasa penerbangan yang melayani kebutuhan masyarakat Papua harus dihentikan. Penembakan pesawat Trigana Air oleh kelompok sipil bersenjata telah mencoreng upaya perdamaian di tanah Papua yang tengah dilakukan pemerintah.
Upaya-upaya damai dan prioritas pembangunan di Papua telah dikotori oleh tindakan yang tidak bertanggungjawab bahkan telah mengorbankan masyarakat itu sendiri, baik korban jiwa maupun jasa pelayanan kebutuhan masyarakat Papua. Pemerintah telah berupaya keras untuk menjaga perdamaian di Papua. Berbagai upaya telah dilakukan, termasuk membentuk unit percepatan pembangunan di Papua. Bahkan telah diupayakan dialog antara pemerintah pusat dengan masyarakat Papua. Namun adanya aksi penembakan di bandara Mulia Puncak Jaya telah mengganggu upaya damai di Papua.
Untuk itu diharapkan Polri dengan dibantu aparat TNI dan Pemda setempat, dapat menuntaskan masalah ini, agar tidak meresahkan masyarakat. Kelompok pengacau keamanan di Papua harus dihentikan dan ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku.  Sebagai warga masyarakat yang jauh dari Papua berharap agar masyarakat Papua ikut membantu aparat keamanan untuk menangkap pengacau bersenjata, mengingat aparat keamanan tidak bisa menjalankan tugasnya dengan baik tanpa dibantu masyarakat. Mari kita satukan tekad untuk bersama-sama memberantas separatis OPM. Jangan biarkan rakyat Papua menderita akibat kebiadaban separatis OPM. 

Selasa, 17 April 2012

GERTAK SAMBAL AS DENGAN PENEMPATAN MILITER DI AUSTRALIA


Beberapa waktu yang lalu sekitar 200 Marinir Amerika Serikat (AS)   tiba di Darwin, Australia. Kontingen pertama itu sebagai strategi AS yang akan menempatkan 2.500 Marinir untuk meningkatkan kekuatan militer di wilayah Asia Pasifik.   Banyak yang  meyakini penempatan 2500 pasukan Marinir Amerika Serikat di Darwin, Australia merupakan gertakan AS terhadap Indnesia atas kepentingannya di Indonesia.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa AS sangat berkepentingan di Indonesia dimana sejumlah perusahaan dari AS telah beroperasi dengan perusahaan besar yang selama ini menjadi pundi-pundi penghasilan Negara agresor tersebut.  Perusahaan seperti Freeport yang ada di Papua  merupakan asset yang berharga untuk dijaga. Negera Australia merupakan tempat untuk menjadi pangkalan strategis dalam mendikte Indonesia  agar lebih mudah dikendalikan.
Kehadiran AS di Australia juga sudah pasti  berpotensi mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dengan lepasnya Papua. Bisa saja AS mendukung kemerdekaan Papua agar bisa mengontrol Freeport nya. Bila kita tidak cepat bergerak, maka 2500 pasukan tentara AS bisa mendukung Papua merdeka karena menurut informasinya  Organisasi Papua Merdeka (OPM) didukung gereja-gereja di Amerika.
Jadi kalau Australia dan AS itu mengklaim bahwa mereka adalah bagian dari Asia Pasifik dengan ikut mengamankan wilayah asia Pasifik, maka itu harus  ekstra hati-hati terhadap wilayah kita. Karena pada dasarnya mereka seolah-olah bersahabat dengan kita, tapi pada dasarnya mereka adalah   negara kolonialisme. Penempatan Marinir AS di Darwin adalah untuk menjaga rencana renegosiasi kontrak karya antara Indonesia dengan Freeport. Jadi dengan adanya renegosiasi kontrak karya antara Indonesia dengan Freeport, maka hal tersebut yang melatarbelakangi menempatkan pasukan AS di Australia.
Keberadaan pasukan AS di Darwin tersebut juga dikarenakan banyaknya desakan kepada pemerintah Indonesia untuk merenegosiasi kontrak karya Freeport oleh para aktivis dan tokoh-tokoh di Indonesia atas gejolak konflik di tanah Papua beberapa waktu lalu. Dan banyaknya protes soal renegosiasi kontrak yang selalu diteriakan olah para tokoh Indonesia maka itu menjadi kekhawatiran bagi AS itu sendiri.
Oleh karena itu, kita berharap agar  pemerintah Indonesia saat ini harus bisa lebih berani dan tegas terhadap politik bebas aktif yang menjadi panutan dalam menjalankan politik Internasional. Karena hanya dengan menjalankan   politik bebas aktif secara konsekuen maka wibawa Indonesia dimata dunia Internasional akan semakin diperhitungkan  dalam bersikap sejajar dengan negara berdaulat besar lainnya.  

Senin, 16 April 2012

KEUTUHAN NKRI TERANCAM SEPARATIS PAPUA


Di manapun di dunia ini, separatisme tidak mendapat tempat. Tetapi di Indonesia, bibit-bibitnya terbiarkan tumbuh hingga dapat membunuh rakyat hingga membanti aparat dan sekarang kita sudah cukup repot menanganinya. Repotnya lagi ketika aparat TNI dan Polisi hendak menindak secara tegas maka pihak lain seperti LSM akan tampil kedepan untuk menjadi sebagai bampernya.
Riak-riak separatis di Papua   sudah lama muncul. Tapi kenapa dibiarkan saja? Seolah-olah hanya aparat TNI yang memiliki kewajiban untuk menyelsaikan masalah separatis.  Ibaratnya sekumpulan orang dalam perahu di lautan bebas, ada beberapa di antaranya yang sengaja melakukan pembocoran. Itulah kondisi kita, yang kalau tidak diwaspadai, tinggal menunggu karam atau pecah terhantam karang karena orang di dalam perahu sibuk dalam pertengkaran.
Maka tepatlah, jika pada satu sisi ada pihak yang sengaja membocori perahu, harus ada di sisi lain yang menambal dan mencegah terjadinya pembocoran. Perahu jangan sampai pecah dan karam. Kini perahunya sedang dirusak oleh  separatis OPM dan sedang berupaya untuk eksis. Siapa yang tidak pernah mendengar istilah Tentara Pembebasan Nasional (TPN) atau Organisasi Papua Merdeka (OPM)?
Apakah ada di antara kita yang tidak mengetahui aksi separatis bersenjata yang telah beberapa kali membantai aparat yang bertugas diberbagai tempat di Papua.  jika dicermati gerakan bersenjata itu bukan satu-satunya ancaman yang dihadapi oleh aparat.  Separatis kini lihai berpolitik dalam menggalang dukungannya agar tujuannya dapat tercapai.
Aksi-aksinya sudah menjadi catatan lokal, nasional, bahkan internasional. Parahnya, beberapa pihak, baik person maupun atas nama lembaga swadaya masyarakat (LSM) dengan kepentingannya terang-terangan mengambil posisi berseberangan. Pada satu sisi, pihak ini membela setiap gerakan separatis, dengan tidak berkomentar atas korban militer dan rakyat atas tindakan brutal separatis, dan pada sisi lain, bersuara amat keras serta mengecam langkah apapun yang diambil aparat  TNI dan Polri dalam penanganan aksi separatis.
Suara yang bernada pedas pun muncul, terlebih jika timbul korban, baik luka maupun tewas. Era reformasi yang mengagungkan kebebasan berbicara, nyaris tidak mengharamkannya, meski akibat gerakan separatisme menganga di depan mata. Ketahanan wilayah Papua sudah sewajarnya menjadi kepentingan kita semua yang bernafas di daerah ini. Di Timor Timur, kala itu, militer tidak bisa bekerja sendirian. Artinya, aparat TNI dan polisi jangan dibiarkan bekerja sendirian.  Semua elemen  bangsa harus terpanggil  dinegeri ini, termasuk pers   untuk memberi kontribusi terbaik dalam menangani  keutuhan bangsa dan Negara tercinta ini. 

Kamis, 12 April 2012

TANGGULANGI SEPARATIS PAPUA PERLU LIBATKAN MASYARAKAT


Belum adanya kesepakatan bersama bahwa masalah Papua adalah masalah seluruh bangsa Indonesia. Tapi masalah tersebut seolah-olah hanya aparat TNI dan Polri saja yang berkepentingan terhadap masalah seperatis.   Sehingga jangan hanya menyalahkan pemerintah  dan aparat saja. Semua pihak harus turut bersama mencari solusi masalah Papua.
Dalam beberapa tahun terakhir ini kita patut turut prihatin dengan adanya berbagai aksi penembakan warga sipil adan aparat di Papua yang telah terjadi berulang kali dan pelakunya hingga saat ini belum terungkap. Namun beberapa waktu yang lalu sinyal keterlibatan Organisasi Papua Merdeka (OPM) terkuak ketika beberapa waktu yang lalu sebagaimana yang dilansir oleh berbagai media  Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo mengatakan, pelaku penembakan pesawat perintis jenis Twin Otter milik PT Trigana Air, Minggu (8/4/2012), diduga kuat adalah orang yang terkait dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM). "Tentu saja OPM. Siapa lagi,"  
Dengan adanya indikasi kuat tindakan brutal OPM perlu penanganan secara tuntas dan perlu melibatkan berbagai elemen. Kalau perlu pendekatan budaya yang harus menjadi prioritas agar dalam menyelesaikan persoalan di Papua dapat diselesaikan dengan cara bermartabat.  Pemberantasan separatisme di Papua harus juga melibatkan masyarakat, karena kelompok separatis sekarang ini  sering berlindung di masyarakat.
Kenapa pembangunan di Papua tidak berjalan baik, meskipun pemerintah telah menggelontorkan dana trilyunan rupiah dalam program otonomi khusus, salah satu penyebabnya adalah kurangnya putra daerah dilibatkan dalam pembangunan karena  faktor kemalasan dan kurangnya skil yang dimiliki. Akibat kurang dilibatkannya putra daerah  dalam  mendukung program pembangunan maka sering kita saksikan  para pekerja bangunan diserang, di panah, dan parahnya lagi pejabat daerah banyak yang korupsi.
Oleh karena itu kita berharap   agar pembangunan di Papua cepat berhasil antara lain adanya pengawasan ketat pelaksanaan otonomi khusus baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Rencana adanya pemekaran menjadi beberapa  propinsi  baru  harus segera realisasikan agar  tidak terlalu luas dan sulit untuk mengontrolnya sehingga daya gerak separatis akan semakin terbatas dan dapat dikontrol dalam perkembangannya. Mari kita bangun Papua dengan sekuat tenaga dengan melibatkan semua komponen masyarakat Papua, yang dilandasi upaya untuk mensejahterakan masyarakat, dan membangun bangsa dalam kerangka NKRI.

Minggu, 08 April 2012

AKTIVITAS OPM MASIH MENGGELIAT DI PAPUA



Situasi keamanan di Papua secara keseluruhan masih dalam keadaan kondusif, namun pada  daerah-daerah tertentu seperti basis OPM (Organisasi Papua Merdeka) dimana ia bercokol  tentunya masih sangat rawan.   Walaupun kekuatan OPM terbilang tidak begitu kuat dengan persenjataan yang sangat minim, namun aksi OPM kerap merepotkan aparat TNI/Polri  yang bertugas disana.  Aksi penghadangan dan penyerangan secara tiba-tiba terhadap aparat keamanan yaitu Polri maupun TNI, mengkhawatirkan  karena tindakan OPM tidak segan-segan melakukan tindakan kekerasan bahkan menimbulkan korban luka dipihak aparat tentara dan polisi.
Salah satu kasus penyerangan oleh OPM secara mendadak dan membabi buta terhadap aparat keamaman  yang baru-baru ini terjadi pada 12 Juli 2011 di di Kabupaten Puncak Jaya, Provinsi Papua.  Akibat kejadian tersebut   dua anggota TNI-AD dari Yonif 753/AVT Nabire dan satu orang warga sipil luka-luka terkena tembakan
Walaupun aksi penyerangan OPM ini berskala kecil namun setidaknya akan mempengaruhi situasi dan kondisi keamanan di daerah tersebut. Aparat keamanan baik Polri maupun TNI seringkali kesulitan menangkap kelompok OPM yang beraksi di Kabupaten Puncak Jaya, Papua.  Akibat kondisi daerah memiliki  hutan yang luas dan  lebat    kerap  dimanfaatkan oleh OPM untuk melakukan aksi penyerangan secara mendadak dan kemudian lari masuk kedalam  kerimbunan hutan setempat. Beberapa kali upaya penangkapan dilakukan tetapi  aparat selalu kehilangan jejak mereka.
Terus berulangnya aktivitas teror yang dialakukan oleh OPM, sedikit banyaknya akan  dapat  menghambat pembangunan dan peningkatan perekonomian masyarakat dan daerah di Papua pada umumnya. Bagaimanapun perekominan di daerah tersebut akan dapat meningkat dan masyarakatnya sejahtera jika kondisi daerah itu betul-betul kondusif. Jika separatis OPM tetap melakukan pembangkangan agar Papua lepas dari NKRI maka secara pasti akan dapat mempengaruhi aktivitas secara keseluruhan.
Oleh karena itu kita berharap kepada aparat TNI/Polri di Papua segera mengambil  langkah tepat untuk meminamalkan aktivitas OPM.  Aparat keamanan di Papua tidak boleh kendor untuk terus memburuh dan menangkap separatis agar     mempersempit ruang gerak OPM.   

TNI: KINI DAN NANTI




Dalam sejarah perjalanan bangsa   Tentara Nasional Indonesia (TNI) seiring dengan usia perjuangan bangsa Indonesia. TNI terlahir sebagai prajurit rakyat dari kancah pergolakan pada saat  perang kemerdekaan. Tentara  tumbuh dan berkembang dalam  untuk     meningkatkan   dan membela bangsa, serta menjadi prajurit yang profesional. Kemampuan TNI harus didorong secara terus menerus dalam meningkatkan kemampuannya, baik selaku perorangan prajurit maupun organik satuan.
Tuntutan untuk menjadi abdi Negara  yang  profesional tetapi juga harus modern dan dapat memanfaatkan kemajuan teknologi dalam menjalankan tugas dan funngsinya.  Kesiapan insititusi Tentara sebagai  kekuatan pertahanan di era global ini hendaknya diimbangi dengan peningkatan alutsista yang modern secara   konsisten, antisipasif, dan prospektif. Dengan demikian maka akan tercipta postur  TNI mampu mengaplikasikan fungsi dan tugas pokoknya sebagai penangkal, pencegah, dan penghancur segala bentuk ancaman yang membahayakan integritas bangsa dan kedaulatan Negara.
TNI tidak boleh lengah dari tugas dan kewajiban utamanya yakni mempertahankan dan membela wilayah kesatuan Republik Indonesia dari berbagai ancaman, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Ancaman-ancaman tersebut antara lain berupa aksi terorisme, gerakan separatisme, konflik sara, friksi antarbangsa, ancaman kedaulatan, dll. Menjaga dan memelihara keutuhan bangsa Indonesia dari berbagai gangguan maupun upaya-upaya pihak luar yang mencoba mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.
 Tugas, tanggung jawab, dan tantangan yang dihadapi TNI dari masa ke masa terus meningkat dan semakin kompleks. Kondisi lingkungan strategis yang berkembang dengan cepat, wilayah yang luas dengan 13.000 pulau, jumlah penduduk yang besar, multikultur dan heterogen, dinamika krusial sparatis yang sporadis, banyaknya objek vital yang harus diamankan, serta kemajuan teknologi persenjataan, mengharuskan TNI untuk menyesuaikan diri dan meningkatkan standar kemampuan dan kekuatannya.
Kemampuan perang dan pertahanan Negara perlu didukung oleh infrastruktur yang memadai. Dalam menjalankan tugas dan menghadapi tantangan di era global, TNI harus dilengkapi dengan alutsista (alat utama sistem persenjataan) yang kuat dan tangguh dengan mengikuti perkembangan teknologi mutakhir. Selain itu TNI perlu senantiasa memupuk potensi dan modal awalnya yakni semangat juang dan dukungan rakyat sepenuhnya. Apabila terjadi konflik dengan Negara lain yang bisa diselesaikan dengan cara diplomasi, maka perang adalah pilihan terakhir. Namun jika persoalannya mengenai kedaulatan negara, maka kedaulatan adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Oleh karenanya kita berharap agar  TNI memiliki  kekuatan   alutsista yang modern sesui dengan tuntutan perkembangan  zaman . Selain itu, perlu dukungan kebijakan pemerintah dalam hal pembinaan dan anggaran yang dapat meningkatkan profesionalisme TNI dalam menghadapi tantangan tugas di masa depan yang sangat berat. Menghadapi persoalan bangsa yang semakin pelik terhadap berbagai ancaman yang timbul di dalam negeri dan yang datang dari luar negeri seperti saat ini, maka  dibutuhkan seorang pemimpin yang tegas dan berani mengambil keputusan, visioner, bersikap kritis, serta mampu keluar bertindak cepat dalam mengatasi  berbagai persoalan yang ada.  Semoga !

PENEMBAKAN SIPIL BERSENJATA DI PAPUA SANGAT MENCEMASKAN



Add caption
Patut disayangkan disaat  upaya pemerintah untuk membangun kembali Papua dengan didasari rasa saling percaya dan kedamaian. Kini darah di Papua telah  tumpah lagi. Kronologisnya  pada Minggu (8/4) lalu sebuah pesawat perintis jenis Twin Otter  ditembaki orang yang tak dikenal saat hendak mendarat  di Bandara Mulia, Kabupaten Puncak Jaya- Papua.  Akibat penembakan tersebut Lerion Kogoya (35) yang juga wartawan Pasifis Post  tewas setelah lehernya tertembusn timah panas.
Bukan itu saja rentetan tembakan ketubuh pesawat itu juga telah melukai empat orang. Mereka adalah Kapten Pilot beby astek (40), copilot Willy Resebun (30) serta dua penumpang Yanti (30) dan P. Korwa (40). Dengan adanya aksi penembakan di bandara Mulia Puncak Jaya telah mengganggu upaya damai di Papua akan tercipta.
Penembakan pesawat Trigana Air oleh kelompok sipil bersenjata di lapangan  udara Mulia, Puncak Jaya, pada beberapa hari yang lalu secara jelas telah menambah daftar hitam penembakan  di Papua.  Menurut catatan yang kami miliki sejak tahun 2012 telah terjadi emapat kali penmbakan dan menewaskan tiga orang. 
Belum hilang diingatan kita ketika  pada awal Maret seorang anggota Yonif 753 Arga Vira Tama, Prajurit Satu Laode Alwi tewas ditembak oleh orang yang dikenal di pasar Mulia. Pada Pebruari lalu empat orang tukang ojek  ditembaki saat melintas  di Kulirik Mulia. Bulan sebelumnya terjadi dua penembakan yang menewaskan Krisna Rofik dan Brigadir Satu Sukarno.  
 Kita berharap kedepan nanti agar aparat TNI dan Polri mampu bersinergi dengan  bantuan  pemda setempat bersama dengan elemen lain agar mampu menuntaskan masalah keamanan di Papua dapat tercipta agar masalah keamanan dapat tercipta di bumi Cendrawasih.  Kelompok pengacau keamanan di Papua harus segera dihentikan dan ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku.  Masyarakat Papua diharapkan untuk membantu aparat keamanan untuk mengungkap para pengacau bersenjata yang hingga saat ini meresahkan masyarakat. Perlu diketahu bahwa aparat TNI dan Polri akan berhasil dalam menciptakan keamanan di Papua apabila peran masyarakat dapat dilibatkan secara optimal.