Rabu, 03 Oktober 2012

JANGAN BIARKAN OPM RUSAK BUMI PAPUA



Tatkala bangsa kita giat-giatnya mengagendakan pemberantasan korupsi agar tidak menjadi budaya yang merusak tatanan kehidupan bangsa, nun jauh diujung timur sana di Papua, masih saja ada gejolak internal yang dijumpai yaitu belum tuntasnya masalah separatisme yang butuh perhatian kita semua. Apa yang dialami saudara kita di Papua menjadi tanggungjawab kita semua dalam penyelesaiannya dan ini butuh partisipasi seluruh lapisan masyarakat. Mari kita katakan tidak kepada separatisme dan jangan kita biarkan bumi Papua rusak dari ulah orang-orang yang tidak menginginkan kedamaian dan ketenteraman di Papua.
Sepak terjang gerakan separatis Papua (OPM) sepertinya tidak pernah berhenti meneror dan menciptakan ketakutan kepada warga masyarakat. Perampasan, perampokan, bahkan ancaman senantiasa dilakukan OPM dalam aksinya. Yang patut disayangkan lagi adalah sengaja menciptakan suatu kondisi agar aktivitas masyarakat menjadi terganggu. Inilah yang mereka inginkan dan ini menurut saya terus akan menjadi ancaman yang serius jika tidak dituntaskan sampai ke embrio-embrio terkecilnya.
Slogan mereka yang selalu dihembuskan ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia hanya angan-angan belaka dan itu tidak pernah akan terwujud. Propaganda-propaganda yang menyesatkan dari OPM jangan menggiring kita kepada suatu opini simpatik, tetapi apa yang dilakukan OPM merupakan suatu pembodohan terhadap diri mereka sendiri, karena perkerjaan atau tindakan yang dilakukannya agar memisahkan diri dari Indonesia tidak akan pernah berhasil.
Menurut pengamatan saya, sebagai warga negara yang bertanggungjawab, keutuhan dan tetap berdiri kokohnya bangsa ini ada dipundak kita semua. Perjuangan para pejuang bangsa dalam mengusir penjajah, patut kita jadikan teladan dalam menumpas para pemberontak bersenjata OPM. Jika kita sepakat untuk menolak keberadaan para separatis, yakinilah bahwa tidak akan ada tempat persembunyian yang tepat bagi OPM.
Kita semua cinta Papua dan menginginkan agar tercipta rasa aman di bumi paling timur Indonesia, untuk itu mari kita pertahankan kedaulatan Indonesia dari segala bentuk ancaman, gangguan dan intimidasi yang berusaha merongrong keutuhan negara kita.

PAPUA BAGIAN NKRI YANG TAK TERPISAHKAN


Separatisme adalah suatu gerakan untuk mendapatkan kedaulatan dan memisahkan suatu wilayah atau kelompok manusia (biasanya kelompok dengan kesadaran   nasional  yang  tajam)  dari  satu  dengan lainnya  (atau  suatu  Negara  lain). Gerakan separatis bisa berupa gerakan damai atau dilakukan dengan gerakan bersenjata dan tindakan teror yang bertujuan untuk menciptakan suatu kondisi tidak aman terhadap suatu daerah atau negara tertentu.
Banyak negara di dunia ini yang masih mempunyai gerakan separatis. Bukan hanya di Asia namun juga di Eropa dan Amerika selatan, seperti di Philipina, Irlandia Utara, bahkan negara kita sendiri, Indonesia. Gerakan separatis jarang sekali dilakukan dengan secara damai, kebanyakan dari kegiatan para separatis dilakukan dengan cara-cara kekerasan bersenjata dan menebarkan teror kepada masyarakat dan berusaha untuk menghasut agar masyarakat mengikuti keinginan politik mereka.
Demikian juga yang saat ini terjadi di Tanah Papua. Gerakan separatis di Papua menamakan diri Organisasi Papua Merdeka (OPM). Dari penyebutan namanya saja sudah jelas tujuan mereka yakni akan melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan memerdekakan Papua sebagai suatu negara yang berdiri sendiri.
Menilik sejarah bersatunya Papua kedalam NKRI, kita semua tahu bahwa masuknya Papua menjadi bagian NKRI atas dasar hasil Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) dan sah sesuai “New York Agreement” 1962. Pepera ini pun sudah disahkan oleh Sidang Majelis Umum PBB melalui Resolusi 2505 pada tanggal 19 November 1969. Ini berarti kembalinya Papua ke pangkuan Indonesia sudah didukung penuh oleh masyarakat Internasional dan PBB.
Dari dasar tersebut sudah merupakan bukti otentik yang tidak terbantahkan bahwa Papua merupakan bagian dari NKRI. Namun dari kalangan segelintir orang Papua yang ingin memisahkan diri dan merdeka sebagai negara sendiri, bukti-bukti tersebut dianggap tidak sah, mereka berpendapat  bahwa hasil Pepera tahun 1962 tidak mencerminkan kehendak rakyat Papua secara keseluruhan dan tidak relevan lagi dengan kondisi Papua saat ini.  
Apapun yang mereka katakan, hasil Pepera yang diperkuat dengan hasil sidang Majelis Umum PBB melalui resolusi 2505 tanggal 19 Nopember 1969 sudah lebih dari cukup untuk menunjukkan kepada masyarakat  internasional dan rakyat Papua sendiri bahwa bersatunya Papua ke dalam NKRI sah secara de facto dan de jure.  
Upaya sebagian kelompok masyarakat di Papua dan LSM yang bersuara lantang memperjuangkan kondisi Papua sangat disayangkan. LSM tersebut justru sengaja     mengangkat    dan     mengeksploitasi   isu   pelanggaran   HAM,    guna mendiskreditkan aparat keamanan. Karena LSM ini sama-sekali tidak menyadari adanya bahaya/ancaman separatisme di Papua. Bahkan mereka kemungkinan memiliki kerjasama mutualisme untuk memperoleh keuntungan demi kepentingannya.
Serangkaian insiden kekerasan yang masih sering terjadi sungguh mengkhawatirkan kita semua, sehingga insiden sekecil apapun yang bernuansa separatisme tidak boleh dipandang sebagai masalah sepele. Kita harus ingat bahwa ideologi separatisme Papua adalah berjuang untuk memisahkan diri dari NKRI. Mereka tidak hanya berjuang pada tataran politik dan diplomasi saja, tetapi juga melaksanakan aksi kekerasan bersenjata dengan sasaran masyarakat, aparat keamanan dan obyek sipil strategis.
Kondisi ini tentunya menjadi tanggung jawab bagi aparat keamanan, baik TNI maupun Polri untuk mampu menangani secara professional, sekaligus persoalan berat yang harus dihadapi mereka sendiri. Karena aparat keamanan, disamping harus tetap waspada untuk  menjaga dirinya dari kemungkinan serangan kelompok separatis, juga harus mampu melindungi masyarakat sipil. Pengalaman menunjukkan, aparat keamanan juga telah menjadi korban keganasan dari separatis Papua, terutama aparat keamanan yang bertugas di pos-pos terpencil dan perbatasan.
Oleh sebab itu, keberadaan pasukan TNI dan Polri di Papua tetap masih dan sangat dibutuhkan sebagai penjaga keamanan Papua, yang tentu saja dengan tetap menjujung tinggi HAM dan bertindak profesional. 

MASALAH PAPUA HARUS DISELESAIKAN BERSAMA


Serangkaian teror penembakan dan penyerangan terhadap warga sipil dan aparat kemanan di Papua hingga saat ini masih terus berlangsung, peristiwa terakhir yang terjadi adalah penyerangan dan penembakan terhadap iring-iringan kendaraan pengangkut sembako yang melukai pengemudi truk pengangkut sembako tersebut. 
Adanya rencana kunjungan menteri luar negeri Amerika Serikat Hillary Clinton ke Indonesia banyak menuai protes dari berbagai kalangan aktivis mahasiswa maupun elemen masyarakat lainnya. Hal ini sangat dimaklumi karena berkaitaan dengan berbagai kepentingan Amerika di Indonesia yang dianggap merugikan Indonesia. Mereka menganggap kondisi bangsa Indonesia saat ini khususnya Papua, tidak terlepas dari peran Amerika yang bermain didalamnya. Permasalahan Papua yang semakin berlarut-larut seperti sekarang ini tidak bisa dibiarkan begitu saja.  
Perlu keinginan kuat dari pemerintah, rakyat Papua dan berbagai komponen masyarakat untuk bersama-sama menyelesaikan permasalahan Papua secara tuntas dan bermartabat. Upaya pemerintah dengan memberikan Otonomi Khusus kepada Papua merupakan salah satu alternatif untuk mensejahterakan rakyat Papua dari hasil sumber daya alam yang mereka miliki maupun dari segi pengaturan rodaa pemerintahan.
Permasalahannya sekarang, banyak kepentingan yang bermain di Papua termasuk kepentingan asing yang ingin berusaha menguasai sumber daya alam yang melimpah di Papua, sehingga Papua terus meradang. Hal ini tidak mungkin bisa kita pungkiri, karena hampir seluruh wilayah di Papua memiliki kandungan sumber daya alam termasuk sumber daya mineral yang sangat melimpah,  bahkan bisa dikatakan terbesar di dunia.
Rencana kedatangan Menteri luar negeri Amerika Serikat ke Indonesia sebanarnya bisa dijadikan momentum penting dalam menyelesaikan permasalahan Papua, sebab walau bagaimanapun peran Amerika serikat tidak bisa dikesampingkan, terlebih lagi Amerika memiliki kepentingan sangat besar di Papua berupa PT. Freeport di sana.
Pemerintah Indonesia setidaknya bisa sedikit menekan Amerika berkaitan dengan kepentingannya di Papua tersebut, dengan menyatakan bahwa Papua merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini akan sangat berdampak secara psikologis maupun politis terhadap Integitas NKRI di mata dunia. Hal tersebut sangatlah penting sebab Amerika memainkan peranan sangat  vital di dunia.
Ruben Marey dari Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan mengatakan persoalan yang ada saat ini adalah kepemimpinan di daerah, dimana ada ketidakmampuan dalam pengelolaan dan manajemen pemerintah daerah. Kalau saja, Gubernur atau Bupati yang ada di Papua bisa menyelesaikan persoalan Papua, maka konflik dan kekerasan Papua bisa diredam.
Pernyataan tersebut mungkin ada benarnya, karena saat ini kepala daerah di Papua cenderung apatis dengan kondisi yang ada di Papua.  Mereka lebih mengutamakan kepentingan pribadi ketimbang memikirkan tentang kesejahteraan maupun nasionalisme rakyat Papua.
Namun dari semua hal tersebut, keinginan yang kuat dari pemerintah,   rakyat Papua dan seluruh elemen masyarakat termasuk LSM, merupakan hal penting dalam menyelesaikan permasalahan Papua. Menyadarkan pihak-pihak yang ingin melepaskan Papua dari NKRI lebih penting dari sekedar retorika tentang pemerataan kesejahteraan, karena pada dasarnya pemerintah sudah banyak berbuat untuk Papua.     

DIALOG, SEBAGAI SOLUSI PENYELESAIAN MASALAH PAPUA



Untuk menyelesaikan berbagai permasalahan di Papua, selain meneruskan program-program pembangunan yang sudah/sedang berjalan, sebuah rekomendasi kebijakan yang paling penting adalah memungkinkan terjadinya dialog antara pihak-pihak yang berkonflik, baik di Papua maupun dengan Jakarta.
Rentang waktu persoalan Papua yang sudah sangat lama, namun sepertinya tidak pernah diselesaikan secara tuntas. Selain itu, hampir semua kebijakan dan program di Papua juga terfokus pada penyelesaian persoalan keterbatasan fisik dan infrastruktur.
Padahal, pendekatan ekonomi dan infrastruktur pun tidak sepenuhnya mampu mengatasi persoalan keterbatasan dan ketertinggalan daerah Papua, sekalipun menggunakan indikator dan parameter yang terukur. Contoh yang paling nyata adalah masih buruknya fasilitas pelayanan publik di Papua, terutama pendidikan dan kesehatan. Karena masalah di Papua tidak bisa dianalisis secara terpisah, solusinya pun bersifat simultan dan terpadu, serta tidak boleh lagi mengakibatkan munculnya persoalan baru apalagi bersifat represif.
Hal lain, pembukaan lahan di atas tanah adat penduduk asli Papua harus dilakukan dengan komunikasi yang terbuka dan persuasif. Jangan sampai hanya berpihak pada kepentingan investor, dimana pemerintah daerah di Papua cenderung membela kepentingan investor, serta dengan sengaja melupakan prinsip kepemilikan hak ulayat orang asli Papua.
Terkait itu semua, terasa perlu dan pentingnya diadakan DIALOG. Meski memang dialog bukan solusi, namun dialog bisa menjadi media atau forum yang disediakan untuk memulai kebuntuan komunikasi  politik antara Jakarta dan Papua. Komunikasi yang lebih intens dan reguler menjadi penting dalam rangka mengatasi ketegangan, saling curiga, dan saling tidak percaya antara Jakarta dan Papua selama ini. Dialog damai bukan sesuatu yang instan, melainkan proses panjang yang harus dipersiapkan secara matang.
Walaupun terkesan rumit, dialog sangat mungkin dilakukan dengan terlebih dulu menciptakan kondisi-kondisi yang membuat para pihak semakin yakin untuk berdialog, dengan mengedepankan hal-hal seperti;  berlandaskan pada asas-asas kesetaraan, keterbukaan, dan saling menghargai. Kemudian harus mampu menyelesaikan berbagai akar persoalan kekerasan di Papua, diantaranya mengenai penanganan terhadap tahanan politik dan narapidana politik (tapol/napol), penataan aparat keamanan dan intelijen yang berada di Papua, serta penyelesaian pelanggaran HAM melalui pengadilan HAM yang adil.
Dialog nasional tersebut harus dipersiapkan oleh semua pihak berkaitan dengan format dialog, juga harus berdasarkan keputusan politik Pemerintah Indonesia. Tanpa keputusan politik yang resmi, hampir pasti tidak akan mungkin ada dialog damai.
Dari seluruh proses damai dan terutama untuk menuju dialog damai antara Jakarta dan Papua, hal terpenting adalah semua pihak harus memiliki pemahaman yang sama mengenai makna dan urgensi dialog.          
Dialog bukan merdeka, dialog juga bukan NKRI, otsus, atau percepatan pembangunan Papua. Esensi dialog adalah sebuah media, alat, cara berkomunikasi bagi para pihak untuk mulai membuka diri, memandang pihak lain secara setara dan bermartabat, serta keinginan baik untuk mau duduk bersama membicarakan isu-isu yang selama ini menjadi sumber perpecahan, ketegangan, konflik, dan asal-muasal kekerasan di Papua.