Beberapa hari terakhir ini khususnya
memasuki bulan Mei 2013 Papua kembali menjadi soroton. Dimana kita dikejutkan sebuah berita adanya pembukaan kantor kampanye Free West Papua di Oxford mendapat
protes keras dari pemerintah Indonesia, karena dianggap mengganggu kestabilan
negara. Pemerintah Indonesia telah memanggil Duta Besar Inggris di Jakarta untuk
memerotes keras pembukaan kantor Organisasi Papua Merdeka (OPM) bernama Free West Papua di kota Oxford.Jurubicara
Kementerian Luar Negeri Indonesia, Michael Tene, mengatakan pemerintah Inggris
selalu menegaskan dukungannya terhadap kedaulatan Indonesia dan menolak gerakan
separatisme di Papua.
Sebenarnya Papua, sama seperti wilayah-wilayah
lainnya di nusantara, adalah sebuah wilayah yang kaya akan sumber daya alam.
Maka tidaklah mengherankan, di era krisis energi sekarang, banyak pihak yang
berebutan untuk menguasai sebanyak-banyaknya kekayaan. Papua adalah salah satu
rujukannya. Suka atau tidak suka, Papua adalah bagian integral negara Republik
Indonesia. Sudah sah menjadi bagian NKRI sejak mula Indonesia merdeka, 17
Agustus 1945. Apalagi diperkuat dengan adanya kesepakatan antara Pemerintah RI
dan Kerajaan Kolonial Belanda pada tanggal 27 Desember 1949. Belanda secara
resmi telah menyerahkan kedaulatan atas seluruh wilayah jajahannya kepada
Pemerintah Indonesia, dari Sabang hingga Merauke.
Delegasi RI saat itu, Mochammad Hatta
menandatangani perjanjian dengan Ratu Juliana, yang pada intinya Belanda harus
hengkang dari NKRI. Upacara penyerahan kedaulatan di Jakarta diwakili oleh Sri
Sultan Hamengku Buwono IX selaku Wakil Perdana Menteri RI dan Utusan Kerajaan
Kolonial Belanda, Tony Lovink. Fakta sejarah ini mempertegas segala bentuk
kesesatan berpikir tentang kemerdekaan Papua secara separatis, yang diprovokasi
Kerajaan Kolonial Belanda pada 1 Desember 1961. Mereka lupa, terhitung delapan
bulan sejak deklarasi tersebut, tepatnya 15 Agustus 1962, Belanda justru
terlibat dalam perundingan New York dan menandatangani New York Agreement untuk menyerahkan kembali Irian Barat ke dalam pangkuan
NKRI.
Agar
Belanda tidak kehilangan muka, teknis penyerahannya diatur tidak secara
langsung dari Belanda kepada Pemerintah Indonesia, tetapi melalui PBB. Maka dibentuklah suatu Badan Pelaksana
Sementara PBB yang diberi nama United Nations Temporary Executive Authority
(UNTEA). Badan ini berada di bawah kekuasaan Sekretaris Jenderal PBB. Dan pada
tanggal 1 Mei 1963 UNTEA menyerahkannya kepada Pemerintah Indonesia. Momentum inilah yang kemudian dikenal
dalam sejarah sebagai (re)integrasi Papua ke dalam NKRI hinga kini. Ingin tahu perkambangan aceh kunjungi http:bukanacehmerdeka.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar