Dinamika kehidupan kebangsaan sebagai suatu proses “menjadi”,
selalu mengalami dinamika pasang surut sejalan dengan dinamika kehidupan
sosial, politik,ekonomi dan kebudayaan seiring dinamika perubahan yang mondial.
Perubahan ini dapat dilihat dari cara pandang yang lazim dipergunakan dalam
melihat bangsa dan Negara yang selalu mengalami dinamika dari kurun waktu
tertentu ke kurun waktu yang lain.
Awalnya ketika para pendiri bangsa ini bersepakat untuk hidup
dalam satu kesatuan bangsa, telah bersepakat untuk bersatu menjadi Indoneisa
sebagai satu kesatuan Negara ,bangsa dengan dasar Pancasila dan konstitusi UUD
1945. Dalam perjalannannya, kesatuan dan persatuan bangsa mengalami tantangan
dengan terjadinya berbagai gejolak utamanya didaerah-daerah. Terjadinya gerakan
saparatis, terorisme merupakan contoh kasus adanya tantangan bagi persatuan dan
kesatuan NKRI.
Ada persoalan mendasar sesungguhnya yang terjadi atas berbagai
ketidak pusan tersebut yakni menyangkut cara pandang dan pendekatan yang
digunakan dalam memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Pada masa
pembangunan nasionalisme pendekatan heroic bahwa kita adalah satu bangsa, satu
nusa satu tanah air Indonesia menjadi titik sentral untuk membangun kesadaran
kebangsaan.
Disaat yang lain pembangunan kebangsaan dilakukan melalui
pendekatan sentralistik-otoriterian melalui pendekatan monolitik. Penndekatan
ini ternyata mengalami kegagalan, maka perlu ada perubahan orientasi dalam melihat
bangsa melalui pendekatan yang lebih komprehensif sesui dengan jatidiri bangsa.
Upaya ini dapat dilakukan melalui perubahan orientasi dan cara
pandang sebagai wawasan baru dalam melihat nusantara. Pada masa sebelum
reformasi, cara pandang ke-Indonesia-an dilakukan melalui pendekatan
sentralistik dengan mengedepankan nilai “bahwa kita adalah sama”, cara pandang
ini dilakukan dengan cara represif sehingga setiap orang yang berusaha
menunjukkan “perbedaan” dianggap bertentangan dan bahkan sebagai musuh yang
mensti “ditertibkan” atau “dibina”.
Pendekatan dengan cara menyamakan dan menyeragamkan perbedaan
inilah kemudian memunculkan berbagai
aturan yang menempatkan budaya dominan dalam kebudayaan minoritas. Ujungnya terjadi
“perlawanan” dari masyarakat utamanya didaerah-daerah yang sesungguhnya
memiliki kekhasan dan perbedaan sebagai pesona yang mesti dihargai dan
dihormati. Pendekatan sentralistik-otoriterian dengan pola penyeragaman ini,
menafikan realitas sosial bangsa Indonesia yang sesungguhnya terbangun dari
perbedaan dan keanekaragaman budaya.
Gerakan reformasi yang dilakukan secara secara menyeluruh menjadi momentum bagi bangasa
Indonesia untuk melakukan perubahan bagi segenap aspek kehidupan termasuk
cara pandang dalam melihat bangsa Indonesia sesuai dengan jati diri ke-
Indonesiaa -an. Jadi diri ini sudah sangat jelas terpampang dalam lambang
Negara Pancasila yakni Bhineka Tunggal Ika. Reformasi cara pandang dalam
melihat bangsa dan Negara Indonesia harus dimulai dari titik pandang Bhineka Tunggal
Ika, sebagai realitas sosial dan budaya yang membingkai kehidupan kebangsaan
Indonesia. Dalam khasanah pos modernisasi akan mengahsilakan cara pandang ini dapat disetarakan dengan
pendekatan berbagai budaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar