Rabu, 03 Oktober 2012

PAPUA BAGIAN NKRI YANG TAK TERPISAHKAN


Separatisme adalah suatu gerakan untuk mendapatkan kedaulatan dan memisahkan suatu wilayah atau kelompok manusia (biasanya kelompok dengan kesadaran   nasional  yang  tajam)  dari  satu  dengan lainnya  (atau  suatu  Negara  lain). Gerakan separatis bisa berupa gerakan damai atau dilakukan dengan gerakan bersenjata dan tindakan teror yang bertujuan untuk menciptakan suatu kondisi tidak aman terhadap suatu daerah atau negara tertentu.
Banyak negara di dunia ini yang masih mempunyai gerakan separatis. Bukan hanya di Asia namun juga di Eropa dan Amerika selatan, seperti di Philipina, Irlandia Utara, bahkan negara kita sendiri, Indonesia. Gerakan separatis jarang sekali dilakukan dengan secara damai, kebanyakan dari kegiatan para separatis dilakukan dengan cara-cara kekerasan bersenjata dan menebarkan teror kepada masyarakat dan berusaha untuk menghasut agar masyarakat mengikuti keinginan politik mereka.
Demikian juga yang saat ini terjadi di Tanah Papua. Gerakan separatis di Papua menamakan diri Organisasi Papua Merdeka (OPM). Dari penyebutan namanya saja sudah jelas tujuan mereka yakni akan melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan memerdekakan Papua sebagai suatu negara yang berdiri sendiri.
Menilik sejarah bersatunya Papua kedalam NKRI, kita semua tahu bahwa masuknya Papua menjadi bagian NKRI atas dasar hasil Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) dan sah sesuai “New York Agreement” 1962. Pepera ini pun sudah disahkan oleh Sidang Majelis Umum PBB melalui Resolusi 2505 pada tanggal 19 November 1969. Ini berarti kembalinya Papua ke pangkuan Indonesia sudah didukung penuh oleh masyarakat Internasional dan PBB.
Dari dasar tersebut sudah merupakan bukti otentik yang tidak terbantahkan bahwa Papua merupakan bagian dari NKRI. Namun dari kalangan segelintir orang Papua yang ingin memisahkan diri dan merdeka sebagai negara sendiri, bukti-bukti tersebut dianggap tidak sah, mereka berpendapat  bahwa hasil Pepera tahun 1962 tidak mencerminkan kehendak rakyat Papua secara keseluruhan dan tidak relevan lagi dengan kondisi Papua saat ini.  
Apapun yang mereka katakan, hasil Pepera yang diperkuat dengan hasil sidang Majelis Umum PBB melalui resolusi 2505 tanggal 19 Nopember 1969 sudah lebih dari cukup untuk menunjukkan kepada masyarakat  internasional dan rakyat Papua sendiri bahwa bersatunya Papua ke dalam NKRI sah secara de facto dan de jure.  
Upaya sebagian kelompok masyarakat di Papua dan LSM yang bersuara lantang memperjuangkan kondisi Papua sangat disayangkan. LSM tersebut justru sengaja     mengangkat    dan     mengeksploitasi   isu   pelanggaran   HAM,    guna mendiskreditkan aparat keamanan. Karena LSM ini sama-sekali tidak menyadari adanya bahaya/ancaman separatisme di Papua. Bahkan mereka kemungkinan memiliki kerjasama mutualisme untuk memperoleh keuntungan demi kepentingannya.
Serangkaian insiden kekerasan yang masih sering terjadi sungguh mengkhawatirkan kita semua, sehingga insiden sekecil apapun yang bernuansa separatisme tidak boleh dipandang sebagai masalah sepele. Kita harus ingat bahwa ideologi separatisme Papua adalah berjuang untuk memisahkan diri dari NKRI. Mereka tidak hanya berjuang pada tataran politik dan diplomasi saja, tetapi juga melaksanakan aksi kekerasan bersenjata dengan sasaran masyarakat, aparat keamanan dan obyek sipil strategis.
Kondisi ini tentunya menjadi tanggung jawab bagi aparat keamanan, baik TNI maupun Polri untuk mampu menangani secara professional, sekaligus persoalan berat yang harus dihadapi mereka sendiri. Karena aparat keamanan, disamping harus tetap waspada untuk  menjaga dirinya dari kemungkinan serangan kelompok separatis, juga harus mampu melindungi masyarakat sipil. Pengalaman menunjukkan, aparat keamanan juga telah menjadi korban keganasan dari separatis Papua, terutama aparat keamanan yang bertugas di pos-pos terpencil dan perbatasan.
Oleh sebab itu, keberadaan pasukan TNI dan Polri di Papua tetap masih dan sangat dibutuhkan sebagai penjaga keamanan Papua, yang tentu saja dengan tetap menjujung tinggi HAM dan bertindak profesional. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar