Rabu, 03 Oktober 2012

DIALOG, SEBAGAI SOLUSI PENYELESAIAN MASALAH PAPUA



Untuk menyelesaikan berbagai permasalahan di Papua, selain meneruskan program-program pembangunan yang sudah/sedang berjalan, sebuah rekomendasi kebijakan yang paling penting adalah memungkinkan terjadinya dialog antara pihak-pihak yang berkonflik, baik di Papua maupun dengan Jakarta.
Rentang waktu persoalan Papua yang sudah sangat lama, namun sepertinya tidak pernah diselesaikan secara tuntas. Selain itu, hampir semua kebijakan dan program di Papua juga terfokus pada penyelesaian persoalan keterbatasan fisik dan infrastruktur.
Padahal, pendekatan ekonomi dan infrastruktur pun tidak sepenuhnya mampu mengatasi persoalan keterbatasan dan ketertinggalan daerah Papua, sekalipun menggunakan indikator dan parameter yang terukur. Contoh yang paling nyata adalah masih buruknya fasilitas pelayanan publik di Papua, terutama pendidikan dan kesehatan. Karena masalah di Papua tidak bisa dianalisis secara terpisah, solusinya pun bersifat simultan dan terpadu, serta tidak boleh lagi mengakibatkan munculnya persoalan baru apalagi bersifat represif.
Hal lain, pembukaan lahan di atas tanah adat penduduk asli Papua harus dilakukan dengan komunikasi yang terbuka dan persuasif. Jangan sampai hanya berpihak pada kepentingan investor, dimana pemerintah daerah di Papua cenderung membela kepentingan investor, serta dengan sengaja melupakan prinsip kepemilikan hak ulayat orang asli Papua.
Terkait itu semua, terasa perlu dan pentingnya diadakan DIALOG. Meski memang dialog bukan solusi, namun dialog bisa menjadi media atau forum yang disediakan untuk memulai kebuntuan komunikasi  politik antara Jakarta dan Papua. Komunikasi yang lebih intens dan reguler menjadi penting dalam rangka mengatasi ketegangan, saling curiga, dan saling tidak percaya antara Jakarta dan Papua selama ini. Dialog damai bukan sesuatu yang instan, melainkan proses panjang yang harus dipersiapkan secara matang.
Walaupun terkesan rumit, dialog sangat mungkin dilakukan dengan terlebih dulu menciptakan kondisi-kondisi yang membuat para pihak semakin yakin untuk berdialog, dengan mengedepankan hal-hal seperti;  berlandaskan pada asas-asas kesetaraan, keterbukaan, dan saling menghargai. Kemudian harus mampu menyelesaikan berbagai akar persoalan kekerasan di Papua, diantaranya mengenai penanganan terhadap tahanan politik dan narapidana politik (tapol/napol), penataan aparat keamanan dan intelijen yang berada di Papua, serta penyelesaian pelanggaran HAM melalui pengadilan HAM yang adil.
Dialog nasional tersebut harus dipersiapkan oleh semua pihak berkaitan dengan format dialog, juga harus berdasarkan keputusan politik Pemerintah Indonesia. Tanpa keputusan politik yang resmi, hampir pasti tidak akan mungkin ada dialog damai.
Dari seluruh proses damai dan terutama untuk menuju dialog damai antara Jakarta dan Papua, hal terpenting adalah semua pihak harus memiliki pemahaman yang sama mengenai makna dan urgensi dialog.          
Dialog bukan merdeka, dialog juga bukan NKRI, otsus, atau percepatan pembangunan Papua. Esensi dialog adalah sebuah media, alat, cara berkomunikasi bagi para pihak untuk mulai membuka diri, memandang pihak lain secara setara dan bermartabat, serta keinginan baik untuk mau duduk bersama membicarakan isu-isu yang selama ini menjadi sumber perpecahan, ketegangan, konflik, dan asal-muasal kekerasan di Papua. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar