Senin, 07 Mei 2012

HUKUMAN BRIMOB GORONTALO MENCEDERAI RASA KEADILAN




Add caption
 Insiden penyerangan terhadap anggota Kostrad  oleh Brimob Gorontalo beberapa waktu yang lalu dinilai oleh banyak kalangan sebagai hukuman yang mencederai rasa keadilan. Hukuman tersebut dianggap   terlalu ringan dan tidak akan menimbulkan efek jera serta terkesan bahkan dilindungi.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa hukuman anggota Brimob yang ikut dalam penyerangan anggota Kostrad Gorontalo hanya dikenakan "Hukuman disiplin berupa teguran dan penundaan pendidikan selama setahun”.  Hukuman tersabut secara jelas  hanya akan   membuat anggota TNI kawan korban akan semakin menjadi sakit hati karena merasa dizalaimi.
Seharusnya penegakan hukum terhadap anggota Brimob yang terlibat dalam penyerangan  anggota Kostrad, Polri idealnya melakukan pemeriksaan secara profesional  bukan dengan secara amatiran.  Artinya para pemeriksa harus  menemukan secera detail siapa yang menyuruh Brimob melakukan  patroli, yang   dinilai   tidak memiliki dasar  melakukan patroli secara operasional. Apa pasal? Sebab   Brimob hanya bisa berpatroli di daerah konflik sementara Gorontalo bukan daerah konflik.
Jika dianalisa  secara cermat  kasus Brimob melakukan penyerangan  terhadap anggota Kostrad  maka terdapat beberapa kejanggalan Polisi dalam menjatuhkan   hukuman kepada anggota Brimob Gorontalo. Pertama, Polri harus mencari siapa yang memerintahkan patroli Brimob tersebut dan memberinya sanksi.  Lalu kemudian  Polda Gorontalo harus diusut tuntas  atas kebohongan publik yang dilakukan jajarannya  yang semula mengatakan, keenam anggota TNI tersebut ditembak dengan peluru karet. Padahal kenyataannya ditembak dengan peluru tajam.
Tindakan penembakan dengan peluru tajam harus  ditelusuri siapa yang memerintahkan.  Penembak maupun atasan yang memerintahkan penembakan harus berbeda hukumannya karena tindakan tersebut sudah masuk pada kasus  pidana. Kematian anggota TNI akibat peluru tajam anggota Brimob harus dipertanggungjawabkan  minimal  hukuman  pemecatan dari anggota kepolisian. Karena dalam KUHP   penembakan tanpa alasan jelas yang menyebabkan kematian  ancaman hukumannya di atas 15 tahun penjara.  
Jadi sungguh sangat  aneh dan paling mencolok dimata masyarakat bahwa seorang anggota   TNI ditembak  hingga tewas,  pembunuhnya hanya diberi hukuman disiplin, berupa teguran. Jika ini dibiarkan, bukan mustahil kedepan  kemungkinan solidiritas  sesama  anggota TNI  dapat   memicu kemarahan dan akan memicu tindakan main hakim sendiri serta menebar kebencian pada polisi. Sehingga pada akhirnya bentrok antara TNI dan Polri yang  akan terus berlangsung sepanjang masa dan yang pasti ujung-ujungnya masyarakat lagi akan terseret didalamnya.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar