Add caption |
Insiden penyerangan terhadap anggota
Kostrad oleh Brimob Gorontalo beberapa
waktu yang lalu dinilai oleh banyak kalangan sebagai hukuman yang mencederai
rasa keadilan. Hukuman tersebut dianggap
terlalu ringan dan tidak akan menimbulkan
efek jera serta terkesan bahkan dilindungi.
Sebagaimana diketahui bersama
bahwa hukuman anggota Brimob yang ikut dalam penyerangan anggota Kostrad
Gorontalo hanya dikenakan "Hukuman disiplin berupa teguran dan penundaan
pendidikan selama setahun”. Hukuman
tersabut secara jelas hanya akan membuat
anggota TNI kawan korban akan semakin menjadi sakit hati karena merasa
dizalaimi.
Seharusnya penegakan hukum
terhadap anggota Brimob yang terlibat dalam penyerangan anggota Kostrad, Polri idealnya melakukan
pemeriksaan secara profesional bukan dengan
secara amatiran. Artinya para pemeriksa
harus menemukan secera detail siapa yang
menyuruh Brimob melakukan patroli, yang dinilai
tidak memiliki dasar melakukan patroli secara operasional. Apa
pasal? Sebab Brimob hanya bisa berpatroli di daerah konflik
sementara Gorontalo bukan daerah konflik.
Jika dianalisa secara cermat kasus Brimob melakukan penyerangan terhadap anggota Kostrad maka terdapat beberapa kejanggalan Polisi
dalam menjatuhkan hukuman kepada
anggota Brimob Gorontalo. Pertama, Polri harus mencari siapa yang memerintahkan
patroli Brimob tersebut dan memberinya sanksi.
Lalu kemudian Polda Gorontalo
harus diusut tuntas atas kebohongan
publik yang dilakukan jajarannya yang
semula mengatakan, keenam anggota TNI tersebut ditembak dengan peluru karet.
Padahal kenyataannya ditembak dengan peluru tajam.
Tindakan penembakan dengan
peluru tajam harus ditelusuri siapa yang
memerintahkan. Penembak maupun atasan
yang memerintahkan penembakan harus berbeda hukumannya karena tindakan tersebut
sudah masuk pada kasus pidana. Kematian
anggota TNI akibat peluru tajam anggota Brimob harus dipertanggungjawabkan minimal hukuman
pemecatan dari anggota kepolisian. Karena dalam KUHP penembakan tanpa alasan jelas yang menyebabkan
kematian ancaman hukumannya di atas 15
tahun penjara.
Jadi sungguh sangat aneh dan paling mencolok dimata masyarakat
bahwa seorang anggota TNI ditembak hingga tewas, pembunuhnya hanya diberi hukuman disiplin,
berupa teguran. Jika ini dibiarkan, bukan mustahil kedepan kemungkinan solidiritas sesama anggota
TNI dapat memicu
kemarahan dan akan memicu tindakan main hakim sendiri serta menebar kebencian
pada polisi. Sehingga pada akhirnya bentrok antara TNI dan Polri yang akan terus berlangsung sepanjang masa dan yang
pasti ujung-ujungnya masyarakat lagi akan terseret didalamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar