Persatuan,
perubahan dan kemenangan akan terasa bila toleransi dalam masyarakat Aceh
terbangun, diharapkan para kandidat dan pendukungnya dapat mewujudkan rasa
persaudaraan yang tinggi, dan menyamakan pendapat untuk memelihara agar
perdamaian di Aceh tidak ternodai. Jangan sampai hanya perselisihan antar elite politik di Aceh
terkait dengan pilkada sehingga dapat mengorbankan harapan masyarakat Aceh
secara keseluruhan.
Siapaun juga tahu bawa konflik bersenjata puluhan tahun yang
menewaskan ribuan jiwa di Aceh itu berakhir setelah pemerintah dan pihak
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sepakat menandatangani nota kesepahaman (MoU) damai
di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005 lalu.
Kekhawatiran terusiknya perdamaian Aceh itu mengusik masyarakat
Aceh menyusul memanasnya suhu politik menjelang pelaksanaan Pemilihan Kepala
Daerah (Pilkada) Gubernur/Wakil Gubernur serta 17 pasangan Bupati/Wakil Bupati
dan Wali Kota/Wakil Wali Kota di provinsi tersebut. Sebab suf di antara elemen
masyarakat dan partai politik di Aceh masih ada perbedaan pandangan terkait
Pilkada Aceh, sehingga menimbulkan kekhawatiran yang dapat mengusik perdamaian
di provinsi itu.
Karenanya, sebagai provinsi yang mayoritas penduduknya Muslim itu
maka masyarakat mengharapkan pilkada bukan dijadikan untuk mempertajam perbedaan
tapi dijadikan sebagai momentum memperkuat perdamaian Aceh. Momentum pilkada
ini harus dijadikan sebagai tahun persatuan, kemenangan, dan perubahan untuk
rakyat dalam membangun Aceh secara bermartabat.
Kita berharap agar persatuan dan kesatuan ditempatkan pada tempat
terhormat sehingga demokrasi menjadi rujukan dalam segala aktivitas. Kemenangan akan terasa bila toleransi dalam
masyarakat Aceh terbangun, diharapkan para kandidat dan pendukungnya dapat
mewujudkan rasa persaudaraan, dan menyamakan pendapat untuk memelihara agar
perdamaian di Aceh tetap terpelihara sepanjang waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar