Komite Nasional Papua Barat (KNPB)
adalah sebuah kelompok masyarakat Papua yang berkampanye untuk kemerdekaan
Papua dan Papua Barat. Namun, dalam melakukan kampanyenya (aksi demo), KNPB
sering menggunakan simbol-simbol dan nama adat. Dalam aksi demonya, mereka juga
sering membawa senjata tradisional seperti panah, tombak maupun kapak yang
merupakan simbol adat dari orang asli Papua. Patut diketahui juga bahwa setiap
aksi demo yang dilakukan oleh kelompok KNPB ini selalu berakhir ricuh dan
anarkis.
Aksi demo yang dilakukan massa dari KNPB di Sentani, Papua, Senin
(4/6) lalu, berakhir rusuh. Polisi membubarkan aksi itu karena demo tersebut
tidak mendapat izin dari pihak kepolisian setempat. Akibat kejadian tersebut,
dua orang warga mengalami luka-luka terkena panah, dan seorang pendemo
meninggal diduga karena terinjak-injak massa saat dibubarkan aparat.
Kejadian bermula ketika massa KNPB dengan menggunakan sejumlah
truk hendak menuju arah Waena dihalau dan dibubarkan oleh aparat keamanan.
Karena tidak diperbolehkan melintas akhirnya massa bubar dan terpencar kembali
ke arah Sentani. Ketika sampai di Kampung
Harapan, beberapa orang massa KNPB melakukan pengrusakan sejumlah rumah warga
dan toko yang ada di sepanjang jalan Hawai Sentani. Selain itu, salah seorang
massa KNPB menghamburkan panah kemana-mana hingga mengenai warga.
Salah seorang Kepala Suku Besar Pegunungan Tengah-Jayawijaya, Alex
Silo Doga, sangat prihatin dengan apa yang dilakukan oleh KNPB itu. Menurutnya,
KNPB boleh-boleh saja melakukan demo, tapi jangan lagi membawa nama adat,
karena adat bukan alat mainan dan sembarangan untuk digunakan. Kalau mau
membawa nama adat, harus sesuai dengan yang telah diputuskan oleh adat dan
tidak boleh digunakan untuk hal-hal yang dapat mengganggu serta merugikan orang
lain.
Kita baru tahu, bahwa demo yang dilakukan oleh KNPB selama ini
ternyata hanya menjual simbol dan adat orang asli Papua (mengatasnamakan orang
Papua). Mereka juga telah membohongi anak-anak muda di Papua untuk ikut
berdemo. Banyak orang tua yang berharap agar anak-anaknya bersekolah dengan
baik, supaya menjadi manusia yang berguna bagi daerahnya kelak. Namun mereka
kecewa ketika anak-anaknya ikut-ikutan berdemo dan mengorbankan pendidikannya
demi berdemo. Akibatnya pendidikan mereka menjadi terbengkalai dan akhirnya
tidak pernah selesai.
Sekali lagi kita
meminta kepada KNPB agar tidak menjual simbol dan adat orang asli Papua serta
tidak mempengaruhi/memprovokasi anak-anak muda di Papua untuk berdemo yang
anarkis. Sebagai pemerhati Papua seharusnya kita patut senang dan
bersyukur, karena Pemerintah sudah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
orang asli Papua dalam mekanisme Otsus. Di sisi lain kita juga mengharapkan
kepada para aparat TNI dan Polri agar tegas dalam menindak pelaku kriminal.
Karena apabila dibiarkan maka simbol-simbol adat yang selama ini disakralkan di
Papua akan menjadi alat legitimasi untuk mencari keuntungan pribadi dan
kelompok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar