Berbagai media telah mewartakan situasi di Wamena mencekam pasca tewasnya anggota TNI beberapa waktu yang lalu. Kondisi ini diperparah ketika terjadi penyerangan oleh sejumlah anggota TNI di Sili Wamena, Jayawijaya, Papua terhadap warga Honay Lama Wamena, Jayawijaya, Papua. Akibatnya beberapa orang mengalami luka-luka. Kejadian ini dipicu ketika dua anggota Yonif 756 Wimane Sili, Pratu Ahmad Ruslan dan Pratu Saifudin hendak ke Kota Wamena. Tanpa sengaja motor mereka menyerempet seorang anak kecil. Saat hendak menolong korban, dua anggota TNI tersebut tiba-tiba dikeroyok oleh warga setempat. Ahmad Ruslan meninggal, sedangkan Saifudin dalam keadaan kritis di RS Tentara Marthen Indey Jayapura.
Kita patut bersyukur bahwa saat ini, situasi Kota Wamena sudah kondusif seperti sedia kala. Muspida Kabupaten Jayawijaya yang dipimpin Bupati Jayawijaya John Wempy Wetipo telah melakukan langkah-langkah jitu untuk menyelesaikan masalah tersebut agar tidak meluas. Sementa dari pihak Pangdam XVII Cenderawasih menyatakan kasus hukum yang berkaitan dengan anggotanya akan ditindaklanjuti oleh TNI. Sedangkan kasus hukum terhadap warga yang melakukan penganiayaan akan diproses oleh kepolisian setempat.
Dengan demikian kondisi di Wamena telah diselesikan secara hukum dan tanpa meninggalkan ada pendekatan adat setempat. Namun pihak media asing dan beberapa kantor berita luar negeri, kejadian di Wamena ini diberitakan secara berlebihan. Salah satu pemberitaan, media asing yang menyudutkan Indonesia dengan mengutip pernyataan dari seorang aktivis lokal yang menyatakan ”Hampir semua anggota batalyon turun, mereka menembaki siapa saja saja yang mereka lihat,”. Ditambahkannya, ”Militer juga membakar rumah penduduk yang berbentuk tradisional. Militer melihat warga Papua seperti orang primitif, mereka melihat kami bukan seperti manusia, jadi mereka menembak kami seperti menembak binatang,”.
Pemberitaan negatif seperti ini sangat merugikan dan dapat merusak citra Indonesia di mata Internasional. Mereka sangat gencar memberitakan kekerasan yang terjadi di Papua, terlebih lagi kekerasan itu dilakukan oleh TNI/Polri. Contohnya adalah kejadian di Wamena ini, mereka memberitakan secara berlebihan. Kita menduga bahwa media asing ini mempunyai agenda tertentu terkait dengan aksi kekerasan yang terjadi di Papua belakangan ini. Di sisi lain, kita juga tidak boleh mengesampingkan adanya kelompok anti NKRI yang ikut “memainkan” situasi di Wamena.
Memang, kita tidak bisa membatasi dan menghalang-halangi mereka dalam melakukan aktivitas jurnalistiknya. Namun terkadang, mereka jelas-jelas telah melanggar aturan yang berlaku. Pihak imigrasi Jayapura melansir ada sejumlah wartawan yang melanggar aturan visa. Mereka mengantongi visa wisata/berlibur, namun melakukan peliputan. Terkait dengan hal ini, kita meminta kepada instansi terkait untuk segera menertibkan keberadaan wartawan/media asing yang melakukan peliputan di wilayah Papua dan sekitarnya. Bila perlu, pemerintah jangan mencabut wajib lapor bagi wartawan asing yang ingin meliput di Papua. Namun, yang terpenting di sini adalah aparat keamanan diminta harus tetap waspada terhadap kelompok-kelompok anti NKRI yang selalu terus membuat gejolak di tanah Papua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar