Menggunaan kekuatan
pertahanan militer dalam menghadapiancaman separatisme dan pemberontakan
bersenjata dilakukan berdasarkan putusan politik pemerintah dan
dilindungi oleh undang-undang. Penggunaan kekuatan TNI dilaksanakan melalui
OMSP denganmengembangkan strategi operasi
yang tepat dan efektif sesuai dengansituasi dan kondisi yang dihadapi.
Peran pertahanan
nirmiliter (upaya
mobilisasi kekuatan non-militer) dalam menghadapi
ancaman separatisme adalah mengefektifkan
fungsi-fungsi pembangunan nasional dengan
akar masalah separatisme dapat diatasi melalui pendekatan kesejahteraan dan
keadilan. Separatisme adalah ancaman yang keberadaannya memperlihatkan bahwa
kelompok-kelompok tersebut terus melakukan proses regenerasi seperti
yang terjadi di Papua saat ini. Bahkan kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka
(OPM) sudah susah lagi untuk dikontrol.
Fenomena ini harus disadari dan diikuti perkembangannya dalam menyusun strategi
pertahanan nirmiliter.Momentum demokratisasi dimanfaatkan oleh kelompok
separatis guna mencapai tujuannya dengan menggunakan pola perjuangan non
bersenjata serta berusaha mencari perhatian dan dukungan dari luar negeri.
Untuk menghadapi
kecenderungan ancaman separatisme,unsur pertahanan nirmiliter ke depan akan
banyak berperan aktif untuk mencari dan menemukan solusi yang tepat dan
efektif.
Dalam hal ini tanggung
jawab pemerintah dalam melibatkan tokoh
masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat untuk menyadarkan kelompok separatis
atau pun pemberontak semakin diperlukan. Ancaman separatisme berakar pada faktor-faktor
nirmiliter sehingga harus dihadapi pula dengan pendekatan nirmiliter.
Muara dari pendekatan
nirmiliter adalah bagaimana membawa seluruh warga negara Indonesia merasa
nyaman tinggal di negaranya sendiri sehingga bibit-bibit separatisme tidak
berkembang. Rasa kebanggaan rakyat Indonesia sebagai bangsa yang bersatu dalam
wadah NKRI dan yang ber Bhinneka Tunggal Ika harus terus ditanamkan dan dikembangkan.