Beberapa waktu
yang lalu sekitar 200 Marinir Amerika Serikat (AS) tiba di
Darwin, Australia. Kontingen pertama itu sebagai strategi AS yang akan
menempatkan 2.500 Marinir untuk meningkatkan kekuatan militer di wilayah Asia
Pasifik. Banyak yang meyakini penempatan 2500
pasukan Marinir Amerika Serikat di Darwin, Australia merupakan gertakan AS
terhadap Indnesia atas kepentingannya di Indonesia.
Sudah menjadi
rahasia umum bahwa AS sangat berkepentingan di Indonesia dimana sejumlah
perusahaan dari AS telah beroperasi dengan perusahaan besar yang selama ini
menjadi pundi-pundi penghasilan Negara agresor tersebut. Perusahaan seperti Freeport yang ada di
Papua merupakan asset yang berharga
untuk dijaga. Negera Australia merupakan tempat untuk menjadi pangkalan
strategis dalam mendikte Indonesia agar lebih
mudah dikendalikan.
Kehadiran AS di
Australia juga sudah pasti berpotensi
mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dengan lepasnya
Papua. Bisa saja AS mendukung kemerdekaan Papua agar bisa mengontrol Freeport nya.
Bila kita tidak cepat bergerak, maka 2500 pasukan tentara AS bisa mendukung
Papua merdeka karena menurut informasinya Organisasi Papua Merdeka (OPM) didukung
gereja-gereja di Amerika.
Jadi kalau
Australia dan AS itu mengklaim bahwa mereka adalah bagian dari Asia Pasifik
dengan ikut mengamankan wilayah asia Pasifik, maka itu harus ekstra hati-hati terhadap wilayah kita. Karena
pada dasarnya mereka seolah-olah bersahabat dengan kita, tapi pada dasarnya
mereka adalah negara kolonialisme. Penempatan Marinir AS di
Darwin adalah untuk menjaga rencana renegosiasi kontrak karya antara Indonesia
dengan Freeport. Jadi dengan adanya renegosiasi kontrak karya antara Indonesia
dengan Freeport, maka hal tersebut yang melatarbelakangi menempatkan pasukan AS
di Australia.
Keberadaan
pasukan AS di Darwin tersebut juga dikarenakan banyaknya desakan kepada
pemerintah Indonesia untuk merenegosiasi kontrak karya Freeport oleh para
aktivis dan tokoh-tokoh di Indonesia atas gejolak konflik di tanah Papua
beberapa waktu lalu. Dan banyaknya protes soal renegosiasi kontrak yang selalu
diteriakan olah para tokoh Indonesia maka itu menjadi kekhawatiran bagi AS itu
sendiri.
Oleh karena itu,
kita berharap agar pemerintah Indonesia
saat ini harus bisa lebih berani dan tegas terhadap politik bebas aktif yang
menjadi panutan dalam menjalankan politik Internasional. Karena hanya dengan
menjalankan politik bebas aktif secara konsekuen maka
wibawa Indonesia dimata dunia Internasional akan semakin diperhitungkan dalam bersikap sejajar dengan negara
berdaulat besar lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar