Salah
satu isu sentral yang hingga kini masih terus dipersoalkan oleh sebagian
masyarakat Papua yang berseberangan dengan NKRI (separatis Organisasi Papua
Merdeka/OPM) adalah sejarah masuknya Papua ke dalam wilayah Indonesia yang
telah ditetapkan melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada tahun 1969
silam.
Seperti
diketahui bahwa berdasarkan catatan sejarah, pada 1 Oktober 1962 pemerintah
Belanda di Irian Barat menyerahkan wilayah tersebut kepada Perserikatan
Bangsa-bangsa (PBB) melalui United
Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) hingga 1 Mei 1963. Pada
tanggal 1 Mei 1963 tersebut, telah terjadi peristiwa bersejarah penting bagi
rakyat Papua, yaitu proses kembalinya Irian Barat ke Pangkuan NKRI. Setelah
tanggal tersebut, bendera Belanda diturunkan dan diganti bendera Merah Putih
dan bendera PBB. Selanjutnya, PBB merancang suatu kesepakatan yang dikenal
dengan "New York Agreement" untuk memberikan kesempatan kepada
masyarakat Irian Barat melakukan jajak pendapat melalui Pepera pada 1969, yang
diwakili 175 orang sebagai utusan dari delapan kabupaten pada masa itu. Hasil
Pepera menunjukkan rakyat Irian Barat setuju untuk bersatu dan berintegrasi
dengan pemerintah Indonesia.
Dengan demikian, sejarah masuknya Irian Barat (Papua) ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) sejatinya sudah final, tidak perlu dipertanyakan atau
diutak-atik lagi. Tidak ada manipulasi
sejarah yang perlu diluruskan. Apalagi dunia internasional telah menjadi saksi
setiap perundingan pengembalian Irian Barat hingga terlaksananya Pepera di
bawah pengawasan PBB. PBB juga telah mengakui hasil Pepera dan sampai hari ini
tidak pernah mempersoalkannya, sehingga dilihat dari sudut hukum internasional,
tidak ada yang perlu diragukan mengenai keabsahan Papua sebagai bagian integral
wilayah kedaulatan NKRI.
Yang
terjadi saat ini, justru pihak separatis OPM memutarbalikkan fakta sejarah
dengan menyebutkan tanggal 1 Mei 1963 sebagai hari aneksasi, dimana Indonesia
dituduh telah melakukan penyerobotan terhadap wilayah Papua. Mereka menolak
proses aneksasi Papua kedalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
menuntut pemerintah Indonesia serta pihak internasional menyelesaikan persoalan
Papua melalui mekanisme referendum.
Menurut saya, OPM sesungguhnya telah mengingkari sejarah dengan
melakukan upaya pembohongan publik. Karena, kembalinya Papua kedalam NKRI
adalah melalui media, cara dan prosedur yang sah dan demokratis serta diterima
oleh masyarakat internasional, dan bukan merupakan aneksasi. Kita berharap,
kemurnian sejarah kembalinya Papua Barat ke pangkuan RI tanggal 1 Mei 1963 dan
hasil Pepera tahun 1969 jangan dibelokkan dan dipolitisir, hanya untuk
kepentingan kelompok atau individu, karena justru akan menyengsarakan rakyat
Papua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar